MAKALAH HUKUM DAN TATA PERADILAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Telah kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tercantum
dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang berbunyi ,“ Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Namun apakah hal ini sudah benar-benar diterapkan dalam Tatanan
Kenegaraan Republik Indonesia. Disebutkan pula dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat
(1) bahwa “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang asil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Winarta
(2009:334) menyatakan bahwa “dalam negara hukum, hukum adalah panglima (supreme).
Semua persoalan harus dapat diselesaikan dengan hukum dan sama sekali bukan
melalui kekuasaan apalagi kekerasan”.
Ini artinya bahwa semua masyarakat Indonesia juga memiliki hak untuk
mendapatkan perlakuan adil di hadapan hukum.Disinilah peran lembaga peradilan
menjadi sesuatu yang krusial. Lembaga peradilan diharapkan menjadi tempat bagi
masyarakat mendapatkan keadilan dan menaruh harapan. Namun, realitanya jauh
dari harapan. Justru, pengadilan dianggap sebagai tempat yang berperan penting
menjauhkan masyarakat dari keadilan. Orang begitu sinis dan apatis terhadap
lembaga peradilan. Harapan akan memperoleh kebenaran dan keadilan pun pupus
ketika ditemukan adanya permainan sistematis yang diperankan oleh segerombolan
orang yang bernama mafia peradilan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian mengenai Tata Peradilan di Indonesia
Istilah Peradilan dan Pengadilan
adalah memiliki makna dan pengertian yang berbeda, perbedaannya adalah :
1.
Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak
dalam bahasa Belanda yang meksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan tugas Negara dalam menegakkan hukum dan keadilan.
2.
Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court dan rechtbank dalam bahasa
Belanda yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara.
Kata
Pengadilan dan Peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni “adil” yang
memiliki pengertian:
a.
Proses mengadili.
b.
Upaya untuk mencari keadilan.
c.
Penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan.
d.
Berdasar hukum yang berlaku.
Di Indonesia
untuk menegakkan keadilan dibentuklah lembaga peradilan. Lembaga ini dibentuk
untuk menyelesaikan permasalahan hukum sesuai dengan bidangnya. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara
pengadilan.
Nasional adalah bersifat kebangsaan, berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.
Nasional adalah bersifat kebangsaan, berkenaan atas berasal dari bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa. Jadi, peradilan nasional adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan yang bersifat kebangsaan atau segala sesuatu mengenai perkara pengailan yang meliputi suatu bangsa, dalam hal ini adalah bangsa Indonesia.
Dengan
demikian, yang dimaksud disini adalah sistem hukum Indonesia dan peradilan
negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yaitu sistem
hukum dan peradilan nasional yang berdasar nilai-nilai dari sila-sila
Pancasila.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Peradilan nasional berdasarkan pada Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan dibentuk kekuasaan kehakiman yang merdeka.
B. Tingkat Peradilan di Indonesia
A.Peradilan tingkat pusat
Ada 2 badan peradilan
tertinggi di Indonesia yaitu:
1. Mahkamah
Agung.
Merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
a. Menyelesaikan perkara pidana di tingkat kasasi
b. Menguji semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi
2. Mahkamah Konstitusi
Merupakan badan peradilan khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 45
Merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia dengan tugas dan wewenang:
a. Menyelesaikan perkara pidana di tingkat kasasi
b. Menguji semua peraturan yang lebih rendah dari UU apakah bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi
2. Mahkamah Konstitusi
Merupakan badan peradilan khusus yang bertugas menguji peraturan dari UU ke atas apakah bertentangan atau tidak dengan UUD 45
B. Peradilan tingkat Umun
1.
Pengadilan negeri (PN)
Merupakan badan pengadilan terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang terdakwa akan diadili di kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan , diadili di PN setempat. Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT) peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”
2. Pengadilan Tinggi (PT)
Merupakan pengadilan di tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN).
Jika si terpidana tetap tidak mau terima atas voni di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”
3. Mahkamah Agung (MA)
Menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini yaitu:
Merupakan badan pengadilan terendah, berada di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Seorang terdakwa akan diadili di kabupaten dimana dia melakukan tindak kejahatan , diadili di PN setempat. Bagi terdakwa yang tidak terima dengan vonis hakim di tingkat PN, dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi di tingkat provinsi (PT) peristiwa ini dikenal dengan “naik banding”
2. Pengadilan Tinggi (PT)
Merupakan pengadilan di tingkat provinsi. Menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh terpidana yang tidak terima atas vonis di tingkat sebelum (PN).
Jika si terpidana tetap tidak mau terima atas voni di tingkat banding ini, dia masih bisa mengajukan upaya hukum di tingkat pusat (MA) yang dikenal dengan nama “kasasi”
3. Mahkamah Agung (MA)
Menyelesaikan permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kasasi. Apabila masih juga ditolak, maka si terpidana masih bisa melakukan 2 upaya hukum lagi di tingkat ini yaitu:
4 Peninjauan
Kembali (PK)
Bisa diajukan bila terpidan tetap merasa tidak bersalah dengan menunjukkan bukti baru yang belum pernah diungkap sebelumnya di pengadilan. Kemungkinan yang terjadi adalah bebas murni atau ditolak.
5 Grasi
Apabila terpidana mengaku bersalah, minta ampun pada presiden selaku kepala Negara. Kemungkinan yang terjadi dikurangi hukuman atau tetap.
Bisa diajukan bila terpidan tetap merasa tidak bersalah dengan menunjukkan bukti baru yang belum pernah diungkap sebelumnya di pengadilan. Kemungkinan yang terjadi adalah bebas murni atau ditolak.
5 Grasi
Apabila terpidana mengaku bersalah, minta ampun pada presiden selaku kepala Negara. Kemungkinan yang terjadi dikurangi hukuman atau tetap.
C. Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha Negara. Meliputi
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara tata usaha negara Di
tingkat provinsi.
Pengadilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan terhadap sengketa tata usaha Negara. Meliputi
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara tata usaha negara Di
tingkat provinsi.
D. Peradilan Agama
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama islam, msalnya masalah perceraian. Meliputi:
1. Pengadilan Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota.
2. Pengadilan Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara perdata Di tingkat provinsi.
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan perdata bagi masyarakat beragama islam, msalnya masalah perceraian. Meliputi:
1. Pengadilan Agama (PA)
Menyelesaikan permasalahan hukum Di tingkat kabupaten/kota.
2. Pengadilan Tinggi Agama
Menyelesaikan permasalahan “naik banding” perkara perdata Di tingkat provinsi.
E. Peradilan
Militer
Peradilan
yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh
anggota militer. Terdiri dari :
1.
Pengadilan Militer
Menyelesaikan
permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat kapten ke Bawah.
2. Pengadilan Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat Mayor ke
Bawah. Juga bisa untuk mengadili anggota militer yang “naik banding” dari
tingkat di bawahnya
3. Pengadilan Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih
tidak puas dengan hukuman yang sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer
tinggi. Juga memutuskan perselisihan tentang wewenang mengadili antar
pengadilan militer yang berlainan.
2. Pengadilan Militer Tinggi
Menyelesaikan permasalahan hukum dilakukan oleh militer pangkat Mayor ke
Bawah. Juga bisa untuk mengadili anggota militer yang “naik banding” dari
tingkat di bawahnya
3. Pengadilan Militer Utama
Menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh terdakwa yang masih
tidak puas dengan hukuman yang sudah dijatuhkan di tingkat pengadilan militer
tinggi. Juga memutuskan perselisihan tentang wewenang mengadili antar
pengadilan militer yang berlainan.
F. Peradilan
Pajak.
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak
Peradilan yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dilakukan oleh para wajib pajak
G. Komisi
Yudisial
Lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.
Lembaga khusus yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim Agung.
Selain
lembaga peradilan nasional adapun Peran Lembaga-Lembaga Penegak Hukum di
Indonesia
a.
Kepolisian
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan.
Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak criminal disbut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
Tugas utamanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan menegkkan hukum.
Sebagai aparat hukum polisi dapat menjalakan fungsinya sebagai penyelidik dan penyidik. Polisi juga berwenang untuk menangkap orang yang diduga melakukan tindak kejahatan.
Hasil pemeriksaaan yang dilakukan oleh polisi terhadap pelaku tindak criminal disbut dengan BAP (berita acara pemeriksaan) yang akan diserahkan kepada kejaksaan.
B. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia diatur oleh UU No. 16 Tahun 2004, yang dalam undang-undang itu disebutkan bahwa diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah alat negara sebagai penegak hukum yang juga berperan sebagai penuntut umum dalam perkara pidana. Jaksa adalah alat yang mewakili rakyat untuk menuntut seseorang yang melanggar hukum pidana maka sisebut penuntut umum yang mewakili umum. kejaksaan merupakan aparat Negara yang bertugas :
1. Untuk melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di pengadilan.
Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan
2. Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Kejaksaan Republik Indonesia diatur oleh UU No. 16 Tahun 2004, yang dalam undang-undang itu disebutkan bahwa diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan adalah alat negara sebagai penegak hukum yang juga berperan sebagai penuntut umum dalam perkara pidana. Jaksa adalah alat yang mewakili rakyat untuk menuntut seseorang yang melanggar hukum pidana maka sisebut penuntut umum yang mewakili umum. kejaksaan merupakan aparat Negara yang bertugas :
1. Untuk melakukan penuntutan terhadap pelanggaran tindak pidana di pengadilan.
Di sini jaksa melakukan penuntutan atas nama korban dan masyarakat yang merasa dirugikan
2. Sebagai pelaksana (eksekutor) atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Aparat kejaksaan akan mempelajari BAP yang diserahkan oleh kepolisian. Apabila telah lengkap maka kejaksaan akan menerbikan P21 yang artinya siap dibawa ke pengadilan untuk disidangkan.
Tugas dan wewenang jaksa di bidang pidana antara lain:
1) melakukan penuntutan
2) melaksanakan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
3) melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasar UU
Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum jaksa turut melakukan penyelidikan yang berupa:
1) peningkatan kesadara hukum
2) mengawasi aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara
3) pengamanan kebijakan penegakan hukum
C. Kehakiman
Tugas utama seorang hakim adalah memeriksa, memutus suatu tindak pidana atau perdata. Untuk itu seorang hakim dalam menjalankan tugasnya harus lepas dari segala pengaruh agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan.
Di tingkat pusat kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan MK.
Jika MA merupakan lembaga peradilan umum tertinggi,
maka MK merupakan lembaga peradilan khusus karena tugasnya :
- terbatas kepada hak uji terhadap UU ke atas ,
- sengketa kewenangan antar lembaga Negara,
- pembubaran partai politik
- memutuskan presiden dan/atau wakil presiden telah melanggar hukuman tidak mengurusi masalah pidana.
D. KPK
Lembaga baru yang dibentuk karena tuntutan dan amanat reformasi agar Negara bersih dari praktek KKN. Dibentuk berdasarkan UU no 30 tahun 2002. Tugas utamanya adalah menyelidiki dan memeriksa para pelaku korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara. KPK ini dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada presiden.
C.
Struktur
Peradilan Hukum
Struktur
adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi
semacam bentuk dan batasan secara keseluruhan.
Struktur hukum merupakan institusionalisasi kedalam beradaan hukum.
Struktur hukum disini meliputi lembaga negara penegak hukum seperti Pengadilan,
Kejaksaan, Kepolisian, Advokat dan lembaga penegak hukum yang secara khusus
diatur oleh undang-undang seperti KPK.
Kewenangan
lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan
tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain.
Termasuk
dalam struktur hukum yakni hirarki peradilan umum di Indonesia dan unsur
struktur yang meliputi jumlah dan jenis pengadilan, yurisdiksinya, jumlah hakim
agung dan hakim lainnya.
Terdapat
adagium yang menyatakan fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini
runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila
tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan
independen.
Seberapa
bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat
penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan.
Sudah terlalu
sering kita mendengar bahkan melihat diberbagai pemberitaan media massa, adanya
oknum aparat penegak hukum yang melakukan penyelewengan terhadap
perkara-perkara tertentu demi kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Ketika
penegak hukum memiliki kepentingan terhadap suatu perkara maka sejak saat
itulah hukum dikesampingkan. Sungguh ironis, disaat masyarakat menghendaki
terciptanya keadilan tercoreng oleh perbuatan yang dilakukan oknum aparat
penegak hukum.
Kebebasan
peradilan adalah merupakan essensilia daripada suatu negara hukum, sehingga
oleh karena tegaknya prinsip-prinsip daripada suatu negara hukum sebagian besar
adalah tergantung dari ada atau tidaknya kebebasan peradilan didalam negara
tersebut. Sebagai sarana parameter
penerapan demokrasi, kebebasan badan peradilan dalam memeriksa dan memutus
perkara harus dijamin oleh konstitusi.
Mahkamah
Agung sebagai badan peradilan tertinggi yang bukan saja sebagai tempat terakhir
menentukan hukum dalam arti konkret akan tetapi juga sebagai tempat melahirkan
asas dan kaedah hukum baru serta teori-teori baru mengenai hukum.
Makamah
Agung juga memiliki kewenangan membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan pada tingkat kasasi,
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Makamah Agung.
Fungsi
kontrol dari Makamah Agung mempunyai arti penting bagi usaha penegakkan hukum
di Indonesia karena dengan efektifnya fungsi kontrol maka usaha penegakkan
hukum menjadi lebih terjamin. Patut disayangkan sekalipun fungsi ini tetap
berjalan namun tidak begitu efektif, bahkan sekarang banyak bermunculan makelar
kasus yang berkeliaran di lingkungan Makamah Agung.
Bagaimana
akan melakukan fungsi kontrol terhadap pengadilan lain jika dari dalam sendiri
tidak mampu melakukan kontrol atau pengawasan.
Sebagai
contoh adalah lemahnya pengawasan Makamah Agung dalam bidang administrasi
putusan kasasi yang berakibat munculnya putusan palsu (kasasi palsu). Sistem MA
yang tertutup dan publik tidak memiliki akses mengikuti sampai tuntas sebagai
salah satu faktor penyebabnya. Sehingga perlu adanya pembaharuan di MA yang
meliputi Hakim Agung dan tata kerja sistem kendali administrasi atau
pembaharuan yang menyeluruh. Dengan kekuasaan dan fasilitas yang semakin besar
disatu pihak dan tidak ada pengawasan eksternal dipihak lain, dapat menjadikan
MA lebih menyeramkan dari keadaan sekarang.
Penegak
hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas,
meliputi; petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah sampai
sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan
tertulis yang mencakup ruang lingkup tugasnya.
D.
Sistem
Peradilan
a.Peradilan yang Berjenjang
Di Indonesia, struktur pengadilan berjenjang, yakni
upaya hukum yang memungkinkan terdakwa yang tidak puas terhadap vonis hakim
mengajukan banding. Dengan upaya hukum tersebut, keputusan yang telah
ditetapkan sebelumnya bisa dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Dengan
mekanisme tersebut diharapkan menghasilkan kepastian hukum dan keadilan. Yang
terjadi sebaliknya, yakni ketidakpastian hukum karena keputusan hukum dapat
berubah-ubah sesuai jenjang pengadilan, juga akan berujung pada simpang siurnya
keputusan hukum; kepastian hukum yang didambakan masyarakat pun semakin lama
didapatkan, karena harus melalui rantai peradilan yang sangat panjang. Fenomena
ini akan dengan cepat disergap oleh pelaku mafia peradilan—entah para jaksa,
hakim, maupun pengacara—yang menjadikannya sebagai bisnis basah.
b. Pembuktian yang Lemah dan Tidak
Meyakinkan
Pembuktian haruslah bersifat pasti dan meyakinkan,
agar keputusan yang dihasilkan pun pasti dan meyakinkan. Seharusnya persangkaan
atau dugaan seperti dalam pembuktian kasus perdata serta keterangan ahli dalam
dalam kasus pidana, dihapuskan, karena persangkaan hanya akan menghasilkan
ketidakpastian dan keterangan ahli seharusnya diposisikan hanya sekedar
informasi (khabar) saja.
c. Tidak ada persamaan di depan hukum
Persamaan di depan hukum (equality before the law)
tanpa memandang status dan kedudukan merupakan sebuah keharusan. Di Indonesia
ada ketentuan, bahwa jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota
DPRD—tersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden. Aturan ini
cenderung diskriminatif dan memakan waktu serta justru menunjukkan bahwa equality
before the law hanyalah isapan jempol.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Indonesia adalah negara hukum. Hukum memiliki fungsi pengayoman agar cita-cita
luhur bangsa Indonesia tercapai dan terpelihara. Untuk menegakkan hukum
tersebut dibutuhkan lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak yaitu
kekuasaan peradilan yang dilakukan oleh hakim (peradilan) untuk menyelesaikan
suatu pelanggaran hukum (baik dari alat-alat negara sendiri maupun warga
negara) atau perselisihan hukum antara warga negara, harus bebas dari segala
macam pengurus atau campur tangan dari mana pun datangnya dan dalam bentuk
apapun jua.
2.
Realita yang terjadi dalam sistem peradilan Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan. Banyak terjadi kasus dalam peradilan Indonesia yang
mengecewakan. Seperti kasus putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak
mengikatnya UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang perberlakuan surut UU
Anti-Terorisme, peristiwa Trisakti, vonis tiga terpidana kasus Poso, perlakuan
istimewa terhadap tersangka korupsi dan kasus-kasus lainnya yang mengecewakan
masyarakat.
3.
Penyebab penyimpangan sistem peradilan yang terjadi di Indonesia diantaranya:
a.
Sistem hukum dan peradilan di Indonesia merupakan produk Barat Sekular yang
mengesampingkan Tuhan sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini.
Sehingga dapat dipastikan produk hukum yang dikeluarkan pasti tidak (akan)
sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
b.
Materi dan sanksi hukum yang tidak lengkap, sanksi hukum yang tidak member efek
jera, hukum hanya mementingkan kepastian hukum dan mengabaikan keadilan, dan
tidak mengikuti perkembangan zaman.
c.
Sistem peradilan yang berjenjang, pembuktian yang lemah dan tidak meyakinkan,
dan tidak adanya persamaan di depan hukum.
d.
Perilaku aparat penegak hukum, mulai dari polisi, panitera, jaksa hingga
hakim yang sangat mengecewakan atau sering disebut dengan mafia peradilan.
B.
Saran
Berdasarkan
uraian tersebut maka saya dapat memberikan saran kepada:
1.
Penegak hukum
Untuk
mencapai peradilan yang bebas dan tidak memihak maka perlu dilakukan perbaikan
dari seluruh aspek peradilan yang ada. Terutama perbaikan dari aparat penegak
hukum. Mereka harus benar-benar memiliki moral yang baik karena di tangan
merekalah masa depan peradilan Indonesia ini berada. Mereka juga tidak boleh
mengsampingkan campur tangan Tuhan dalam suatu peradilan seperti mekanisme
sistem hukum dan peradilan sekuler. Karena dengan hal ini maka akan dicapai
adanya peradilan yang benar-benar adil tanpa adanya tebang pilih dan
diskriminasi. Selain itu perlu dilakukannya perbaikan dan penyempurnaan dalam
materi serta sanksi hukum yang ada.
2.
Masyarakat
Masyarakat
juga harus turut aktif dalam peradilan Indonesia dengan turut serta melakukan
pengawasan terhadap para aparatur negara. Dari masyarakat pulalah akan terlahir
generasi-generasi selanjutnya yang memiliki moral yang baik sehingga akan
tercapai peradilan yang benar-benar adil. Oleh karena itu semua masyarakat
harus memaksimalkan peran yang ia miliki dalam peradilan atau sistem hukum di
Indonesia.