Desain Grafis adalah ilmu komunikasi visual yang dilandasi kemampuan berpikir dan ketrampilan artistik. Suatu disiplin ilmu yang berhubungan erat dengan komunikasi dan marketing. Sehingga seorang Desainer Grafis yang asli bukan “gadungan” atau “Aspal (Asli tapi palsu) dapat menyerap dan mengimplementasikan konsep dari komunikasi dan marketing.
Kebanyakan masayarakat menyebut desain grafis adalah orang yang pandai CorelDraw, Photoshop, Ilustrator, Freehand dll. Itu suatu kenyataan yang terjadi sebagai pada orang yang mengganggap seorang sudah bisa CorelDraw , Photoshop dll berarti sudah dapat disebut menjadi desainer grafis. Itu menurut saya adalah salah besar!!!!. Bayangkan saja, seorang baru bisa menggunakan CorelDraw, Photoshop, Freehand merasa sudah menjadi seorang desainer grafis. Kalau semua orang beranggapan seperti itu, bisa-bisa dunia desain grafis Indonesia bisa ancur berantakan..hehehe..
Padahal seperti kita ketahui, Corel Draw, Freehand, atau Photoshop dan software pendukung Grafis Desain lainnya hanyalah sebagai alat/tools yang digunakan untuk mengimplementasikan suatu desain melalui komputer (digital). Tanpa software-software tersebut mana mungkin dapat menghasilkan karya desain seperti Desain Foto dan Desain Brosur yang sempurna bentuk maupun warnanya. Dan software-software ini memang menjadi andalan untuk desain, final artwork untuk cetak dan multimedia.
Di jaman serba digital saat ini, kemampuan mengopoperasikan software desain adalah mutlak untuk dipelajari dan diterapkan hasilnya. Tanpa kemampuan tersebut seorang desainer grafis akan mendapat kesulitan dalam mewujudkan ide-ide atau imajinasinya bahkan kesulitan untuk dapat bekerja sama dengan sebuah perusahaan Design Grafis/agency misalnya yang notabene semua hasil pekerjaan saat ini serba digital serta serba canggih.
Saat ini di beberapa kalangan setting adalah termasuk dalam desain. Ini juga termasuk pendapat yang salah kaprah bagi saya. Karena setting mempunyai pengertian adalah menyusun atau menata letak. Jadi pengertian Setting bukanlah Desain..!!!! Pada jaman dahulu sebelum seperti jaman sekarang ini, untuk mendesain sebuah huruf misalnya, kita harus menyeting huruf itu mau diletakan dimana dan mau bentuk huruf seperti apa itu masih menggunakan manual memakai kertas dan menempelkan tulisan atau huruf-huruf ke atas kertas dengan seting letak yang tepat.
Desain Grafis tidaklah semudah seperti itu, melainkan butuh ide dan imajinasi yang kuat untuk dapat membangun sebuah karya grafis yang mempesona (cie....kayak lihat cwek cantik ja...), jika desain grafis itu mudah, kenapa harus ada akademi, universitas atau tempat kursusan desain grafis. Jadi jadi beranggapan desain grafis itu gampang atau mudah... Pelajari lebih dalam dan kembangkan kreatifitasmu tanpa batas...,
DESAIN GRAFIS INDONESIA MASIH TERTINGGAL
Meski desain grafis telah berkembang di Indonesia sejak alhir abad ke-18, pada perjalanannya kini desain grafis Indonesia masih jauh dari negara barat, termasuk negara asia seperti singapura, hongkong atau jepang. Permasalahan ketertinggalan desain grafis Indonesia tidak hanya menyangkut teknik dan mesin cetak, melainkan belum ditemukannya desain khas Indonesia. Masa keemasan desain grafis Indonesia sudah dimulai sejak awal abad ke-20 saat periklanan mulai marak di Indonesia, utamanya untuk aneka produk bumi dan import serta publik, seperti uang, perangko dan form. Sejak tahun 1930-an, Oxenaar (konsultan desain PTT) membuat revolusi desain untuk pos Belanda yang sangat maju dibanding dengan negara eropa lainnya. Desain karya belanda di Indonesia lebih ke arah etnis nusantara (tarian, benda seni, motis bias, dll, kadang dengan tampilan art deco.
Sayangnya setelah masa konfrontasi, sekitar tahun 1959 desain mengalami kemunduran dianggap dipakai sebagai media propaganda antibarat, sesuai peninggalan masa kedudukan Jepang. Kemunduran ini menjapai puncaknya tahun 1970-an ketika iklan dengan ilustrasi tangan mulai bergeser dengan iklan foto. Selain itu, Indonesia mulai dibanjiri dengan barang Amerika, yang banyak mempengaruhi pengiklan dan terus berlangsung hingga tahun 2000-an. Padahaldesain yang baik, tidak boleh terkotak-kotak, tapi harus ber-derless (tanpa batas). Sebagai negara besar sudah sepantasnya Indonesia memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan negara lain.
Saya yakin desain khas Indonesia suatu saat nanti pasti muncul akibat tuntutan publik. Sayangnya, banyak perusahaan-perusahaan Indonesia malah justru lebih percaya pada pekerja asing seperti Singapura, Jepang atau Hongkong. Memang Indonesia masih sulit menciptakan satu gaya desain tersendiri akibat bentuk negara Indonesia yang memakai nation state, sehingga menghasilkan budaya yang beragam dan sulit dicari intinya.
Memang perlu waktu. Tapi harus diingat, kita punya satu bahasa pemersatu yang seharusnya bisa dijadikan pendekatan untuk mencari desain. Di sisi lain Indonesia masih banyak ketinggalan dalam segi teknik dan mesin cetak yang tidak memadai. Tak jarang, gara-gara kemampuan mesin cetak yang minim, sebuah desain tak jadi dibuat. Menjadi seorang Desain Grafis harus kompromi dan harus realistis.