BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., dengan perantaraan malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada manusia.[1] Salah satu tujuan utama diturunkannya Alquran adalah
untuk menjadi pedoman hidup manusia dalam menata kehidupanya agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di dkhirat.[2]
M. Quraish Shihab merinci tujuan pokok diturunkannya Alquran
kepada tiga bagian berdasarkan sejarah turunnya ayat yang meliputi;
Pertama, Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia
yang terampil dalam keimanan akan ke-Esa-an Tuhan dan kepercayaan akan
kepestian adanya hari pembalasan; Kedua, Petunjuk mengenai akhlak yang
murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan sosial yang
harus dimiliki oleh manusia dalam kehidupannya baik secara individu
maupun secara kolektif; Ketiga, Petunjuk mengenai syariat dan hukum
yang harus dikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya.[3]
Tujuan-tujuan tersebut harus diimplimentsikan oleh manusia
dalam mengarungi kehidupannya. Olehnya itu, Alquran hadir dengan
petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, aturan-aturan prinsip dan
konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun yang terinci, yang
ekplisit maupun yang implisit dalam berbagai persoalan kehidupan
manusia.[4]
Alquran sendiri menyatakan dirinya sebagai al-Kitab[5] (kitab atau
buku), al-Furqan[6] (pembeda) antara yang hak dan yang batin, Hudan[7]
(petunjuk), al-Zikr[8] (peringatan), beberapa nama lainnya. Nama-nama
dan atribut-atribut ini secara eksplisit memberikan indikasi bahwa
Alquran adalah kitab suci yang berdimensi banyak dan berwawasan luas.[9]
Pada dasarnya, Alquran merupakan sebuah kitab keagamaan.
Namun, pembicaran-pembicaraan serta kandungannya tidak terbatas pada
bidang keagamaan semata, tetapi meliputi berbagai aspek kehidupan
manusia. Alquran bukanlah kitab filsafat dan ilmu pengetahuan, tetapi di
dalamnya dapat dijumpai pembahasan mengenai filsafat dan ilmu
pengetahuan.[10]
Alquran mengandung berbagai ragam masalah, tetapi
pembicaraannya tentang suatu masalah tidak selalu tersusun secara
sistimatis seperti halnya buku ilmu pengetahuan yang dikarang oleh
manusia. Di samping itu, Alquran sangat jarang menyajikan suatu masalah
secara rinci dan detail. Pembicaraan Alquran pada umumnya bersifat
global, parsial, dan seringkali menampilkan sesuatu masalah dalam
prinsip-prinsip pokok saja.[11]
Alquran adalah kitab suci yang kaya dengan berbagai konsep
dan gagasan. Salah satu di antaranya adalah pembicaraan tentang
al-Muawanah. Kata atau lafadz al-Muawanah diungkapkan dalam Alquran
sebanyak 9 (sembilan) kali dalam berbagai bentuknya.[12]
Alquran memberikan persoalan-persoalan aqidah, syariah dan
akhlak dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan
tersebut.[13] Demikian pula persoalan al-Muawanah yang masuk dalam
kajian muamalah.
Manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk
sosial merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Mereka
harus menyadari bahwa kehidupannya baru memiliki makna atau arti, jika
manusia terlibat dalam hubungan atau interaksi sosial yang didasai
dengan sikap tolong menolong di antara komunitas masyarakat yang
bersifat pluralistis atau majemuk. Dalam kata lain, tanpa orang lain
atau hidup bermasyarakat, seseorang tidak berarti dan tidak berbuat
apa-apa. Ketika manusia mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang
lebih baik, maka mustahil seseorang bekerja sendiri tanpa bantuan dan
pertolongan orang lain. Olehnya itu, Islam menganjurkan kepada
penganutnya agar memiliki sikap saling tolong menolong dan bantu
membantu dalam menjalani kehidupannya.sikap ini akan berjalan dengan
baik jika di antara mereka terjadi komunikasi atau memahami hal
tersebut. Karena kepentingan manusia selalu berkaitan dengan manusia
lainnya.
Dalam Alquran, Allah swt. telah memerintahkan kepada umat
Islam agar selalu bersatu dan saling tolong menolong demi kokohnya dan
kejayaan umat Islam. Jika hal ini terjadi, maka umat Islam akan
beribawa, disenangi, dan dihormati oleh golongan lain yang berada di
luar Islam.
Hal tersebut ditegaskan oleh Allah swt. dalam QS. al-Maidah (5): 2 yang berbunyi sebagai berikut:
… وتعاونوا على البر وااتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان وتقوا الله ان الله شديد العقاب. [14]
Terjemahnya:
‘Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan
janganlah kamu tolong menolonga dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaannya’.
Dengan menyimat ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa
sikapxsaling tolong menolong yang bersikap kebaikan adalah suatu upaya
meningkatkan ketakwaan kepada Allah Allah swt. sikap tersebut tidak
hanya terdapat pada persoalan yang bersifat material, tetapi terdapat
pula pada persoalan yang bersifat non-material. Misalnya, orang yang
sedang mengalami kerisauan dan kesusahan. Dalam konteks ini, pertolongan
yang dapat kita berikan adalah pertolongan yang bersifat non-material.
Yang dimaksud di sisi adalah memberikan nasehat dan motivasi dalam
rangka menghibur atau menggembirakan hatinya. Akibatnya, kerisauan dan
kesusahann yang dialaminya akan berganti dengan kegembiraan.
Namun pada ayat itu, pertolongan yang dimaksud adalah
pertolongan yang bersifat non-material. Dalam pandangan penulis,
pertolongan yang dalam bentuk demikian, dapat diistilahkan dengan
dakwah. Yakni pertolongan dengan mengajak manusia untuk melakukan
kebaikan atau menurut istilah ayat tersebut adalah al-birr dan al-taqwa.
Berangkat dari ayat itu juga, maka dapat dikatakan bahwa
pelaku atau orang yang dapat melakukan pertolongan tidak terbatas pada
orang-orang tertentu, terutama pada pertolongan yang bersifat
non-material. Kecuali pada pertolongan yang bersifat material, maka
orang yang dapat melakukannya hanyalah orang yang memiliki materi.
Misalnya, orang kaya membantu saudaranya yang miskin dan sebagainya.
Dalam konteks kehidupan masyarakat, (baca Indonesia) sikap
ini telah menjadi budaya bangsa yang dikenal dengan istilah “gotong
royong”. Budaya ini telah diperaktekkan secara turun temurun sejak nenek
moyang bangsa Indonesia hingga generasi abad ini. Tetapi bentuk
bantuannya berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang
dihadapinya. Di kota misalnya, bantuan atau pertolongan yang diberikan
lebih banyak bersifat materi. Sedangkan masyarakat pedesaan, bantuan
atau pertolongan yang diberikan lebih banyak bersifat non-materi berupa
tenaga atau semacamnya.
Oleh karena itu, kebiasaan seperti itu hendaknya dilestarikan
terus menerus kapan dan di manapun kita berada. Hal ini sesuai dengan
ajaran Islam yang selalu menganjurkan kepada pemeluknya agar saling
tolong menolong dan bantu membantu, khususnya sesama umat Islam. Dengan
demikian, akan terjadi persatuan dan kesatuan yang kokoh serta
persaudaraan yang erat di antara umat manusia. Terutama Allah swt. akan
menurunkan pertolongannya selama seorang hamba menolong saudaranya.
Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw. dalam sabdanya sebagai berikut:
عن ابي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم والله في عون العبد ما كان العبد في عون اخيه. (رواه ميلم). [15]
Artinya:
‘Dari Abi Hurairah bahwasanya Rasulullah saw., telah
bersabda: “Allah swt. akan menolong seorang hamba selama hamba menolong
saudaranya” (HR. Muslim).[16]
Menyimak hadis tersebut, maka dapat dikatakan seorang manusia
haruslah menghiasi dirinya dengan sikap tolong menolong. Jika hal
tersebut dimiliki setiap manusia, maka Allah swt. akan menolong dan
melindungi serta bersamanya.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan tentang
persoalan pokok yang menjadi masalah dalam skripsi ini istilah bagaimana
konsep al-Muawanah dalam Alquran ?. Dari masalah pokok tersebut, dapat
dirumuskan sub masalah yang antara lain sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan al-Muawanah dalam Alquran ?
2. Bagaimana fungsi dan tujuan al-Muawanah dalam Alquran ?
3. Bagaimana eksistensi al-Muawanah dalam Alquran ?
C. Pengertian Judul, Ruang Lingkup Pembahasan dan Definisi Operasionalnya
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dalam pembahasa
skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu ingin menjelaskan beberapa
term yang terdapat dalam judul skripsi ini. Skripsi ini berjudul ”Konsep
al-Muawanah Dalam Alquran” dengan sub judul (Suatu Kajian Tafsir
Tematik). Dari judul skripsi ini didukung oleh 5 (lima) term yang perlu
dibatasi sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Kelima term
tersebut adalah “konsep”, “al-Muawanah”, “Alquran”, “Tafsir”, dan
“Tematik”.
Dalam kajian ini, konsep menurut arti leksikal adalah ide atau
pengertian yang diabtraksikan dari peristiwa kongkrit.[17] Dalam
ungkapan lain, konsep adalah gambaran yang bersifat umum.
Al-Muawanah berasal dari bahasa Arab dari kata عونه – تعوينا-
وعانه – معاونه , yang berarti membantu, menolong, membebaskan, dan
menyelemat-kan.[18] Sedangkan menolong adalah membantu untuk meringankan
penderitaan, kesukaran dan membantu supaya dapat melakukan sesuatu.[19]
Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril
sebagai hujjah (argumentasi) baginya dalam mendakwakan kerasulannya
serta sebagai media untuk bertakarruf (mendekatkan diri) kepada Tuhannya
dengan membacanya.[20]
Tafsir secara etimolologis adalah keterangan dan penjelasan.
Sedangkan menurut istilah adalah ilmu untuk memehami kitab Allah swt.
yang diturunkan kepada Nabi saw., menjelaskan maknanya serta
mengeluarkan hukum-hukum dan makna-maknanya.[21]
Tematik adalah membahas ayat-ayat Alquran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkannya.[22]
Dari definisi-definisi di atas, tentang kelima term yang
menjadi batasan, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian judul secara
umum adalah pengkajian secara mendalam tentang gambaran umum mengenai
al-Muawanah dalam perspektif dalam Alquran dengan pendekatan Tafsir
Tematik. Dengan kata lain, berkaitan dengan beberapa batasan tersebut di
atas, dalam kajian ini dioprasionalkan pada kajian ayat-ayat Alquran
tentang al-Muawanah atau tolong menolong.
Kemudian ruang lingkup penelitian ini, mencakup tentang
ayat-ayat Alquran mengenai al-Muawanah yang terdapat pada kitab suci
Alquran. Atau objek kajian dalam skripsi ini adalah Alquran itu sendiri.
Dalam arti kata, kajian ini pada prinsipnya akan mengkaji bagaimana
Alquran berbicara tentang al-Muawanah. Selanjutnya hadis yang pada
dasarnya sebagai bayan dari Alquran, maka dalam hal-hal tertentu, maka
hadis-hadis yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini tidak dapat
diabaikan begitu saja. Paling tidak hadis dapat dijadikan sebagai bahan
pelengkap atau perundingan dalam rangka memperoleh hasil yang lebih
komperhensif.
Selain itu, penulis akan menelusuri pandangan para mufassir
yang terdapat dalam kitab tafsirnya mengenai ayat-ayat yang menjadi
objek kajian dalam skripsi ini.
D. Tinjauan Pustaka
Sepanjang telaahan dan upaya penulis menelusuri secara cermat
dan mendalam terhadap berbagai literatur ilmiah, khususnya dalam kajian
tafsir, penulis belum mendapatkan beberapa literatur yang mengkaji
persoalan al-Muawanah dalam Alquran. Penulis hanya mendapatkan
literatur yang mengkaji persoalan tersebut dalam kitab-kitab tafsir yang
pembahasannya belum komprehemsif. Misalnya, Kitab Tafsir al-Maraghi,
Tafsir Ibnu Katsir, dan kitab-kitab lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis dengan
beban yang tidak ringan memberanikan diri untuk mengkaji ayat-ayat
Alquran tentang al-Muawanah. Kajian ini, penulis anggap sangat
representatif. Karena dengan mengkaji ayat-ayat dimaksud, akan
mendapatkan gambaran umum serta pemahaman yang jelas dari Alquran
tentang masalah tersebut.
E. Metode Penelitian
Dalam mengkaji ayat-ayat Alquran tentang al-Muawanah, penulis
menguraikan dengan metode yang dipakai adalah penelitian yang tercakup
di dalamnya metode pendekatan, metode pengumpulan data, dan metode
pengolahan data serta metode analisis data.
1. Metode Pendekatan.
Objek studi dalam kajian ini adalah ayat-ayat Alquran.
Olehnya itu, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan dalam ilmu tafsir
yang meliputi pendekatan dengan metode tahlili, ijmali, maqarim, dan
maudhu’i (tematik).
Metode tahlili yang disebut juga taj’zi adalah suatu jenis
metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat
Alquran sebagaimana yang tercantum dalam mushab.[23]
Metode Ijmali adalah penafsiran Alquran berdasarkan
urutan-urutan ayat dengan suatu uraian yang ringkas dan bahasanya dapat
dikomsumsi oleh masyarakat awwam maupun intelektual.[24]
Metode Muqarim adalah suatu metode penafsiran Alquran dari
sekolompok ayat atau surah tertentu dengan cara membandingkan antara
ayat dengan ayat, antara surah dengan hadis atau pendapat ulama yang
satu dengan ulama yang lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan
tertentu dengan objek yang dibandingkan.[25]
Metode maudhu’I adalah suatu metode di mana mufassirnya
berupaya menghimpun ayat-ayat dari Alquran dan berbagai yang berkaitan
dengan persoalan atau topik yang telah ditentukan.[26]
Metode yang terakhir ini, penulis jadikan sebagai pendekatan
utama kajian skripsi ini, tanpa mengabaikan metode yang lain. Metode ini
memiliki sejumlah kelebihan jika dibandingkan dengan metode yang lain.
Di antaranya sebagai berikut: 1) Menafsirkan ayat dengan ayat atu hadis
adalah cara yang terbaik dalam menafsirkan Alquran; 2) Kesimpulan yang
dihasilkan mudah dipahami; 3) Memungkinkan untuk menolak anggapan yang
mengatakan ada ayat yang bertentangan.[27]
2. Metode pengumpulan data.
Untuk mengumpulkan data, digunakan penelitian kepustakaan
(library research), yakni menelaah reperensi atau literatur-literatur
yang terkait dengan pembahasan, baik yang berbahasa Asing maupun yang
berbahasa Indonesia.
Studi ini menyangkut ayat-ayat Alquran, maka sebagai
kepustakaan utama dalam penelitian ini adalah Kitab Alquran. Sedangkan
kepustakaan yang bersifat sekunder adalah kitab-kitab Tafsir Alquran
al-Azim, karya Ismail Ibnu Katsir al-Quraisyi, yang lebih dikenal dengan
Ibnu Katsir. Kemudian Tafsir Jami al-Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an,
karya Muhammad Ibnu Jarir al-Tabariy.[28] Selanjutnya Tafsir al-Maraghi,
karya Ahmad Mutafa al-Maraghi, Tafsir al-Azhar, karya Hamka dan
beberapa kitab tafsir lainnya.
Sebagai dasar rujukan untuk pelacakan ayat-ayat Alquran yang
diperlukan dalam membahas topik yang dikamsud, maka penulis menggunakan
jasa Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fash al-Qur’an al-Karim, karya
Muhammad Fuad Abd, Baqi’.
3. Metode penegolahan dan analisis data.
Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahasan yang
akurat, maka penulis menggunakan metode pengolahan dan analisis data
yang bersifat kualitatif dengan cara berpikir:
a.Deduktif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan
bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dianalisis
untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
b.Induktif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan
jalan meninjau beberapa hal yang bersifat khusus kemudian diterapkan
atau dialihkan kepada sesuatu yang bersifat umum.
c.Komperatif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan
menggunakan atau melihat beberapa pendapat kemudian membandingkan dan
mengambil yang kuat dengan jalan mengkompromikan beberapa pendapat
tersebut.
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan
secara, mendalam dan komprehensif mengenai pradigma atau perspektif
Alquran dalam persoalan al-Muawanah. Dengan kata lain penulis mencoba
memberikan kontribusi tentang persoalan di atas, dan memberikan gambaran
awal dalam memahami fungsi dan tujuan al-Muawanah dalam Alquran
2. Kegunaan
Kegunaan penelitian ini mencakup dua hal, yakni kegunaan ilmiah dan kegunaan praktis.
a.Kegunaan ilmiah, yaitu mengkaji dan membahas hal-hal yang
berkaitan dengan judul skripsi ini, sedikit banyaknya akan menambah
khazanah ilmu pengetahuan dalam kajian tafsir.
b.Kegunaan praktis, yaitu dengan mengetahui konsep Alquran
tentang al-Muawanah akan menjadi bahan rujukan bagi masyarakat tentang
bagaimana semestinya pengamplikasian sikap tolong menolong dalam
kehidupan sehari-hari.
G. Garis-garis Besar Isi Skripsi
Penelitian ini terdiri atas lima bab pembahasan dan
masing-masing memiliki sub bab. Untuk mendapatkan gambaran awal tentang
isi skripsi ini, penulis akan mengemukakan beberapa pokok pikiran yang
akan melatar belakangi lahirnya masing-masing bab.
Bab I, merupakan pembahasan secara umum, pembahasan-nya
bersifat metodelogis. Bab ini memberikan gambaran singkat dan orientasi
dari objek yang akan dibahas selanjutnya pada bab berikutnya. Dalam bab
pendahuluan ini, terdiri tujuh sub bab, dan telah diuraikan muatannya
masing-masing sebagai terdahulu.
Bab II, menguraikan secara umum tentang al-Muawanah. Olehnya
itu, pembahasan ini diawali dengan pengertian al-Muawanah, kemudian
hakikat al-Muawanah. Dalam bab ini juga akan dikemukakan fungsi dan
tujuan al-Muawanah dalam perspektif Alquran.
Bab III, memaparkan tentang eksistensi al-Muawanah dengan
melihat kronologis turunya ayat, baik ayat-ayat Makkiyah maupun
ayat-ayat Madaniyah serta menganalisis kandungan ayatnya.
Bab IV, merupakan bab yang membahas tentang konsep al-Muawanah dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa.
Bab V, yakni merupakan bab penutup (terakhir) yang berisi
tentang kesimpulan yang berfungsi menjawab permasalahan yang telah
dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, akan dikemukakan beberapa saran
yang merupakan implikasi dari hasil dari penelitian ini.
[1]Lihat Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982), h. 7
[2]Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur Dalam al-Qur’an ;
Suatu Kajian Dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1991), h. 3
[3]Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan
Peranan Wahyu Dalam kehidupan Masyarakat (Cet. XIV; Bandung: Mizam,
1997), h. 40
[4]Lihat Harifuddin Cawidu, op.cit., h. 4
[5]Lihat QS. al-Baqrah (2): 2, al-A’raf (7): 2
[6]Lihat QS. al-Baqarah (2): 185, QS. al-Furqan (25): 1
[7]Lihat QS. al-Baqarah (2): 297, QS. al-Imran (3): 138
[8]Lihat QS. Shad (38): 87, QS. al-Qalam (68): 52
[9]Lihat Harifuddin cawidu, loc.cit.
[10]Lihat Ibid.
[11]Lihat Ibid., h. 5
[12]Lihat Muhammad Fuad Abd. Baqi’, al-Mu’jan al-Mufahras li al-Fash al-Qur’an al-Karim (t.tp: Dar al-Fikr, 1981), h. 628
[13]Lihat M. Quraish Shihab, loc.cit.
[14]Departemen Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Qur’an, 1989), h. 153
[15]Lihat Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naisaburi,
Shahih Muslim, Juz XI (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.), h. 473
[16]Terjemahan Penulis.
[17]Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 456
[18]Lihat Louis Ma’luf, Fi al-Lugah wa Alam (Beirut: Dar
Masyruk, t.th.), h. 539. Bandingkan dengan Ahmad Warson Munawwir,
al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Yokyakarta: t.p., 1984), h. 1061
[19]Lihat Louis Ma’luf, op.cit., h. 956
[20]Lihat Mukhtar Yahya dan Facturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqhi Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 31
[21]Lihat Syekh Muhammad Ali al-Ashabuniy, al-Tibyan fi Ulmui
al-Qur’an. Dialih bahaskan oleh Muhammad kadir Nur dengan judul
Ikhtisar Ulumul al-Qur’an Praktis (Jakarta : Pustaka Amin, 1988), h. 89
[22]Lihat Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’an (Cet. I; Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 151
[23]Lihat Muhammad Quraish Shihab, op.cit. h 89.
[24]Lihat Nasrudin Baidan, op.cit., h. 13
[25]Lihat M. Quraish Shihab, op.cit., h 26.
[26]Lihat Ibid.
[27]Lihat Ibid.
[28]Kedua tafsir yang disebutkan di atas, mewakili aliran
tafsir al-Matsur. Tafsir jenis ini didasarkan pada ayat-ayat Alquran itu
sendiri, hadis-hadis Rasul, pendapat sahabat dan tabiin. Lihat
Harifuddin Cawidu, op.cit., h. 20