Page

Info seputar dunia bisnis, pendidikan dan infotainment

Artikel Konsep Al-Muawanah dalam Al-Qur’an

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Alquran adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.[1] Salah satu tujuan utama diturunkannya Alquran adalah untuk menjadi pedoman hidup manusia dalam menata kehidupanya agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan di dkhirat.[2]

M. Quraish Shihab merinci tujuan pokok diturunkannya Alquran kepada tiga bagian berdasarkan sejarah turunnya ayat yang meliputi; Pertama, Petunjuk aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang terampil dalam keimanan akan ke-Esa-an Tuhan dan kepercayaan akan kepestian adanya hari pembalasan; Kedua, Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan sosial yang harus dimiliki oleh manusia dalam kehidupannya baik secara individu maupun secara kolektif; Ketiga,  Petunjuk mengenai syariat dan hukum yang harus dikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.[3]

Tujuan-tujuan tersebut harus diimplimentsikan oleh manusia dalam mengarungi kehidupannya. Olehnya itu, Alquran hadir dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, aturan-aturan prinsip dan konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun yang terinci, yang ekplisit maupun yang implisit dalam berbagai persoalan kehidupan manusia.[4]

Alquran sendiri menyatakan dirinya sebagai al-Kitab[5] (kitab atau buku), al-Furqan[6] (pembeda) antara yang hak dan yang batin, Hudan[7] (petunjuk), al-Zikr[8] (peringatan), beberapa nama lainnya. Nama-nama dan atribut-atribut ini secara eksplisit memberikan indikasi bahwa Alquran adalah kitab suci yang berdimensi banyak dan berwawasan luas.[9]

Pada dasarnya, Alquran merupakan sebuah kitab keagamaan. Namun, pembicaran-pembicaraan serta kandungannya tidak terbatas pada bidang keagamaan semata, tetapi meliputi berbagai aspek kehidupan manusia. Alquran bukanlah kitab filsafat dan ilmu pengetahuan, tetapi di dalamnya dapat dijumpai pembahasan mengenai filsafat dan ilmu pengetahuan.[10]

Alquran mengandung berbagai ragam masalah, tetapi pembicaraannya tentang suatu masalah tidak selalu tersusun secara sistimatis seperti halnya buku ilmu pengetahuan yang dikarang oleh manusia. Di samping itu, Alquran sangat jarang menyajikan suatu masalah secara rinci dan detail. Pembicaraan Alquran pada umumnya bersifat global, parsial, dan seringkali menampilkan sesuatu masalah dalam prinsip-prinsip pokok saja.[11]

Alquran adalah kitab suci yang kaya dengan berbagai konsep dan gagasan. Salah satu di antaranya adalah pembicaraan tentang al-Muawanah. Kata atau lafadz al-Muawanah diungkapkan dalam Alquran sebanyak 9 (sembilan) kali dalam berbagai bentuknya.[12]

Alquran memberikan persoalan-persoalan aqidah, syariah dan akhlak dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipil mengenai persoalan tersebut.[13] Demikian pula persoalan al-Muawanah yang masuk dalam kajian muamalah.

Manusia sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Mereka harus menyadari bahwa kehidupannya baru memiliki makna atau arti, jika manusia terlibat dalam hubungan atau interaksi sosial yang didasai dengan sikap tolong menolong di antara komunitas masyarakat yang bersifat pluralistis atau majemuk. Dalam kata lain, tanpa orang lain atau hidup bermasyarakat, seseorang tidak berarti dan tidak berbuat apa-apa. Ketika manusia mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik, maka mustahil seseorang bekerja sendiri tanpa bantuan dan pertolongan orang lain. Olehnya itu, Islam menganjurkan kepada penganutnya agar memiliki sikap saling tolong menolong dan bantu membantu dalam menjalani kehidupannya.sikap ini akan berjalan dengan baik jika di antara mereka terjadi komunikasi atau memahami hal tersebut. Karena kepentingan manusia selalu berkaitan dengan manusia lainnya.

Dalam Alquran, Allah swt. telah memerintahkan kepada umat Islam agar selalu bersatu dan saling tolong menolong demi kokohnya dan kejayaan umat Islam. Jika hal ini terjadi, maka umat Islam akan beribawa, disenangi, dan dihormati oleh golongan lain yang berada di luar Islam.

Hal tersebut ditegaskan oleh Allah swt. dalam QS. al-Maidah (5): 2 yang berbunyi sebagai berikut:

… وتعاونوا على البر وااتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان وتقوا الله ان الله شديد العقاب. [14]
Terjemahnya:
‘Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolonga dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksaannya’.

Dengan menyimat ayat di atas, maka dapat dipahami bahwa sikapxsaling tolong menolong yang bersikap kebaikan adalah suatu upaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah Allah swt. sikap tersebut tidak hanya terdapat pada persoalan yang bersifat material, tetapi terdapat pula pada persoalan yang bersifat non-material. Misalnya, orang yang sedang mengalami kerisauan dan kesusahan. Dalam konteks ini, pertolongan yang dapat kita berikan adalah pertolongan yang bersifat non-material. Yang dimaksud di sisi adalah memberikan nasehat dan motivasi dalam rangka menghibur atau menggembirakan hatinya. Akibatnya, kerisauan dan kesusahann  yang dialaminya akan berganti dengan kegembiraan.

Namun pada ayat itu, pertolongan yang dimaksud adalah pertolongan yang bersifat non-material. Dalam pandangan penulis, pertolongan yang dalam bentuk demikian, dapat diistilahkan dengan dakwah. Yakni pertolongan dengan mengajak manusia untuk melakukan kebaikan atau menurut istilah ayat tersebut adalah al-birr dan al-taqwa.

Berangkat dari ayat itu juga, maka dapat dikatakan bahwa pelaku atau orang yang dapat melakukan pertolongan tidak terbatas pada orang-orang tertentu, terutama pada pertolongan yang  bersifat non-material. Kecuali pada pertolongan yang bersifat material, maka orang yang dapat melakukannya hanyalah orang yang memiliki materi. Misalnya, orang kaya membantu saudaranya yang miskin dan sebagainya.

Dalam konteks kehidupan masyarakat, (baca Indonesia) sikap ini telah menjadi budaya bangsa yang dikenal dengan istilah “gotong royong”. Budaya ini telah diperaktekkan secara turun temurun sejak nenek moyang bangsa Indonesia hingga generasi abad ini. Tetapi bentuk bantuannya berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang dihadapinya. Di kota misalnya, bantuan atau pertolongan yang diberikan lebih banyak bersifat materi. Sedangkan masyarakat pedesaan, bantuan atau pertolongan yang diberikan lebih banyak bersifat non-materi berupa tenaga atau semacamnya.

Oleh karena itu, kebiasaan seperti itu hendaknya dilestarikan terus menerus kapan dan di manapun kita berada. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang selalu menganjurkan kepada pemeluknya agar saling tolong menolong dan bantu membantu, khususnya sesama umat Islam. Dengan demikian, akan terjadi persatuan dan kesatuan yang kokoh serta persaudaraan yang erat di antara umat manusia. Terutama Allah swt. akan menurunkan pertolongannya selama seorang hamba menolong saudaranya.

Hal ini ditegaskan oleh Nabi saw. dalam sabdanya sebagai berikut:

عن ابي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم والله في عون العبد ما كان العبد في عون اخيه. (رواه ميلم). [15]
Artinya:
‘Dari Abi Hurairah bahwasanya  Rasulullah saw., telah bersabda: “Allah swt. akan menolong seorang hamba selama hamba menolong saudaranya” (HR. Muslim).[16]
Menyimak hadis tersebut, maka dapat dikatakan seorang manusia haruslah menghiasi dirinya dengan sikap tolong menolong. Jika hal tersebut dimiliki setiap manusia, maka Allah swt. akan menolong dan melindungi serta bersamanya.

B. Rumusan dan Batasan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan tentang persoalan pokok yang menjadi masalah dalam skripsi ini istilah bagaimana konsep al-Muawanah dalam Alquran ?. Dari masalah pokok tersebut, dapat dirumuskan sub masalah yang antara lain sebagai berikut:
1.   Apa yang dimaksud dengan al-Muawanah dalam Alquran ?
2.   Bagaimana fungsi dan tujuan al-Muawanah dalam Alquran ?
3.   Bagaimana eksistensi al-Muawanah dalam Alquran ?

C.  Pengertian Judul, Ruang Lingkup Pembahasan dan Definisi  Operasionalnya
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dalam pembahasa skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu ingin menjelaskan beberapa term yang terdapat dalam judul skripsi ini. Skripsi ini berjudul ”Konsep al-Muawanah Dalam Alquran” dengan sub judul (Suatu Kajian Tafsir Tematik). Dari judul skripsi ini didukung oleh 5 (lima) term yang perlu dibatasi sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Kelima term tersebut adalah “konsep”, “al-Muawanah”, “Alquran”, “Tafsir”, dan “Tematik”.

Dalam kajian ini, konsep menurut arti leksikal adalah ide atau pengertian yang diabtraksikan dari peristiwa kongkrit.[17] Dalam ungkapan lain, konsep adalah gambaran yang bersifat umum.

Al-Muawanah berasal dari bahasa Arab dari kata عونه – تعوينا- وعانه – معاونه , yang berarti membantu, menolong, membebaskan, dan menyelemat-kan.[18] Sedangkan menolong adalah membantu untuk meringankan penderitaan, kesukaran dan membantu supaya dapat melakukan sesuatu.[19]

Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril sebagai hujjah (argumentasi) baginya dalam mendakwakan kerasulannya serta sebagai media untuk bertakarruf (mendekatkan diri) kepada Tuhannya dengan membacanya.[20]

Tafsir secara etimolologis adalah keterangan dan penjelasan. Sedangkan menurut istilah adalah ilmu untuk memehami kitab Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi saw., menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan makna-maknanya.[21]

Tematik adalah membahas ayat-ayat Alquran sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkannya.[22]

Dari definisi-definisi di atas, tentang kelima term yang menjadi batasan, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian judul secara umum adalah pengkajian secara mendalam tentang gambaran umum mengenai al-Muawanah dalam perspektif dalam Alquran dengan pendekatan Tafsir Tematik. Dengan kata lain, berkaitan dengan beberapa batasan tersebut di atas, dalam kajian ini dioprasionalkan pada kajian ayat-ayat Alquran tentang al-Muawanah atau tolong menolong.

Kemudian ruang lingkup penelitian ini, mencakup tentang ayat-ayat Alquran mengenai al-Muawanah yang terdapat pada kitab suci Alquran. Atau objek kajian dalam skripsi ini adalah Alquran itu sendiri. Dalam arti kata, kajian ini pada prinsipnya akan mengkaji bagaimana Alquran berbicara tentang al-Muawanah. Selanjutnya hadis yang pada dasarnya sebagai bayan dari Alquran, maka dalam hal-hal tertentu, maka hadis-hadis yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Paling tidak hadis dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap atau perundingan dalam rangka memperoleh hasil yang  lebih komperhensif.

Selain itu, penulis akan menelusuri pandangan para mufassir yang terdapat dalam kitab tafsirnya mengenai ayat-ayat yang menjadi objek kajian dalam skripsi ini.

D. Tinjauan Pustaka
Sepanjang telaahan dan upaya penulis menelusuri secara cermat dan mendalam terhadap berbagai literatur ilmiah, khususnya dalam kajian tafsir, penulis belum mendapatkan beberapa literatur yang mengkaji persoalan al-Muawanah  dalam Alquran. Penulis hanya mendapatkan literatur yang mengkaji persoalan tersebut dalam kitab-kitab tafsir yang pembahasannya belum komprehemsif. Misalnya, Kitab Tafsir al-Maraghi, Tafsir Ibnu Katsir, dan kitab-kitab lainnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis dengan beban yang tidak ringan memberanikan diri untuk mengkaji ayat-ayat Alquran tentang al-Muawanah.  Kajian ini, penulis anggap sangat representatif. Karena dengan mengkaji ayat-ayat dimaksud, akan mendapatkan gambaran umum serta pemahaman yang jelas dari Alquran tentang masalah tersebut.

E. Metode Penelitian
Dalam mengkaji ayat-ayat Alquran tentang al-Muawanah, penulis menguraikan dengan metode yang dipakai adalah penelitian yang tercakup di dalamnya metode pendekatan, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data serta metode analisis data.

1. Metode Pendekatan.
Objek studi dalam kajian ini adalah ayat-ayat Alquran. Olehnya itu, pendekatan yang dipakai adalah pendekatan dalam ilmu tafsir yang meliputi pendekatan dengan metode tahlili, ijmali, maqarim, dan maudhu’i (tematik).

Metode tahlili yang disebut juga taj’zi adalah suatu jenis metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran sebagaimana yang tercantum dalam mushab.[23]

Metode Ijmali adalah penafsiran Alquran berdasarkan urutan-urutan ayat dengan suatu uraian yang ringkas dan bahasanya dapat dikomsumsi oleh masyarakat awwam maupun intelektual.[24]

Metode Muqarim adalah suatu metode penafsiran Alquran dari sekolompok ayat atau surah tertentu dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, antara surah dengan hadis atau pendapat ulama yang satu dengan ulama yang lain dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dengan objek yang dibandingkan.[25]

Metode maudhu’I adalah suatu metode di mana mufassirnya berupaya menghimpun ayat-ayat dari Alquran dan berbagai yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang telah ditentukan.[26]

Metode yang terakhir ini, penulis jadikan sebagai pendekatan utama kajian skripsi ini, tanpa mengabaikan metode yang lain. Metode ini memiliki sejumlah kelebihan jika dibandingkan dengan metode yang lain. Di antaranya sebagai berikut: 1) Menafsirkan ayat dengan ayat atu hadis adalah cara yang terbaik dalam menafsirkan Alquran; 2) Kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami; 3) Memungkinkan untuk menolak anggapan yang mengatakan ada ayat yang bertentangan.[27]

2. Metode pengumpulan data.
Untuk mengumpulkan data, digunakan penelitian kepustakaan (library research), yakni menelaah reperensi atau literatur-literatur yang terkait dengan pembahasan, baik yang berbahasa Asing maupun yang berbahasa Indonesia.

Studi ini menyangkut ayat-ayat Alquran, maka sebagai kepustakaan utama dalam penelitian ini adalah Kitab Alquran. Sedangkan kepustakaan yang bersifat sekunder adalah kitab-kitab Tafsir Alquran al-Azim, karya Ismail Ibnu Katsir al-Quraisyi, yang lebih dikenal dengan Ibnu Katsir. Kemudian Tafsir Jami al-Bayan fi al-Tafsir al-Qur’an, karya Muhammad Ibnu Jarir al-Tabariy.[28] Selanjutnya Tafsir al-Maraghi, karya Ahmad Mutafa al-Maraghi, Tafsir al-Azhar, karya Hamka dan beberapa kitab tafsir lainnya.

Sebagai dasar rujukan untuk pelacakan ayat-ayat Alquran yang diperlukan dalam membahas topik yang dikamsud, maka penulis menggunakan jasa Kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fash al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad Fuad Abd, Baqi’.

3. Metode penegolahan dan analisis data.
Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahasan yang akurat, maka penulis menggunakan metode pengolahan dan analisis data yang bersifat kualitatif dengan cara berpikir:

a.Deduktif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan bertitik tolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dianalisis untuk ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

b.Induktif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan jalan meninjau beberapa hal yang bersifat khusus kemudian diterapkan atau dialihkan kepada sesuatu yang bersifat umum.

c.Komperatif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan menggunakan atau melihat beberapa pendapat kemudian membandingkan dan mengambil yang kuat dengan jalan mengkompromikan beberapa pendapat tersebut.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan secara, mendalam dan komprehensif mengenai pradigma atau perspektif Alquran dalam persoalan al-Muawanah. Dengan kata lain penulis mencoba memberikan kontribusi tentang persoalan di atas, dan memberikan gambaran awal dalam memahami fungsi dan tujuan al-Muawanah dalam Alquran

2. Kegunaan
Kegunaan penelitian ini mencakup dua hal, yakni kegunaan ilmiah dan kegunaan praktis.
a.Kegunaan ilmiah, yaitu mengkaji dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan judul skripsi ini, sedikit banyaknya akan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam kajian tafsir.

b.Kegunaan praktis, yaitu dengan mengetahui konsep Alquran tentang al-Muawanah akan menjadi bahan rujukan bagi masyarakat tentang bagaimana semestinya pengamplikasian sikap tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari.

G. Garis-garis Besar Isi Skripsi
Penelitian ini terdiri atas lima bab pembahasan dan masing-masing memiliki sub bab. Untuk mendapatkan gambaran awal tentang isi skripsi ini, penulis akan mengemukakan beberapa pokok pikiran yang akan melatar belakangi lahirnya masing-masing bab.

Bab I, merupakan pembahasan secara umum, pembahasan-nya bersifat metodelogis. Bab ini memberikan gambaran singkat dan orientasi dari objek yang akan dibahas selanjutnya pada bab berikutnya. Dalam bab pendahuluan ini, terdiri tujuh sub bab, dan telah diuraikan muatannya masing-masing sebagai terdahulu.

Bab II, menguraikan secara umum tentang al-Muawanah. Olehnya itu, pembahasan ini diawali dengan pengertian al-Muawanah, kemudian hakikat al-Muawanah. Dalam bab ini juga akan dikemukakan fungsi dan tujuan al-Muawanah dalam perspektif Alquran.

Bab III, memaparkan tentang eksistensi al-Muawanah dengan melihat kronologis turunya ayat, baik ayat-ayat Makkiyah maupun ayat-ayat Madaniyah serta menganalisis kandungan ayatnya.

Bab IV, merupakan bab yang membahas tentang konsep al-Muawanah dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa.

Bab V, yakni merupakan bab penutup (terakhir) yang berisi tentang kesimpulan yang berfungsi menjawab permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya. Di samping itu, akan dikemukakan beberapa saran yang merupakan implikasi dari hasil dari penelitian ini.


[1]Lihat Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz I (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982), h. 7
[2]Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur Dalam al-Qur’an ; Suatu Kajian Dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 3
[3]Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peranan Wahyu Dalam kehidupan Masyarakat (Cet. XIV; Bandung: Mizam, 1997), h. 40
[4]Lihat Harifuddin Cawidu, op.cit., h. 4
[5]Lihat QS. al-Baqrah (2): 2, al-A’raf (7): 2
[6]Lihat QS. al-Baqarah (2): 185, QS. al-Furqan (25): 1
[7]Lihat QS. al-Baqarah (2): 297, QS. al-Imran (3): 138
[8]Lihat QS. Shad (38): 87, QS. al-Qalam (68): 52
[9]Lihat Harifuddin cawidu, loc.cit. 
[10]Lihat Ibid.
[11]Lihat Ibid., h. 5
[12]Lihat Muhammad Fuad Abd. Baqi’, al-Mu’jan al-Mufahras li al-Fash al-Qur’an al-Karim (t.tp: Dar al-Fikr, 1981), h. 628
[13]Lihat M. Quraish Shihab, loc.cit. 
[14]Departemen Agama RI., al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta : Yayasan Penterjemah al-Qur’an, 1989), h. 153
[15]Lihat Imam Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz XI (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.), h. 473
[16]Terjemahan Penulis.
[17]Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. I; Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 456
[18]Lihat Louis Ma’luf,  Fi al-Lugah wa Alam (Beirut: Dar Masyruk, t.th.), h. 539. Bandingkan dengan Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Yokyakarta: t.p., 1984), h. 1061
[19]Lihat Louis Ma’luf, op.cit., h. 956
[20]Lihat Mukhtar Yahya dan Facturrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqhi Islam (Bandung: al-Ma’arif, 1986), h. 31
[21]Lihat Syekh Muhammad Ali al-Ashabuniy, al-Tibyan fi Ulmui al-Qur’an. Dialih bahaskan oleh Muhammad kadir Nur dengan judul Ikhtisar Ulumul al-Qur’an Praktis (Jakarta : Pustaka Amin, 1988), h. 89
[22]Lihat Nasruddin Baidan, metodologi Penafsiran al-Qur’an  (Cet. I; Jakarta:  Pustaka Pelajar, 1998), h. 151
[23]Lihat Muhammad Quraish Shihab, op.cit. h  89.
[24]Lihat Nasrudin Baidan, op.cit., h. 13
[25]Lihat M. Quraish Shihab, op.cit., h 26. 
[26]Lihat Ibid.
[27]Lihat Ibid.
[28]Kedua tafsir yang disebutkan di atas, mewakili aliran tafsir al-Matsur. Tafsir jenis ini didasarkan pada ayat-ayat Alquran itu sendiri, hadis-hadis Rasul, pendapat sahabat dan tabiin. Lihat Harifuddin Cawidu, op.cit., h. 20

Facebook Twitter Google+
Back To Top