BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri
setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan
dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan
instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah
sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era
reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi.
Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita
hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan
sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan
atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Maka dengan ini penulis mengambil
judul “Pelanggaran Hak Asasi Manusia Terhadap Tenaga Kerja Diluar Negri Yang
Berasal Dari Daerah”.
- B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
- Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Pendidikan Pancasil
- Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap masalah pelanggaran Hak Azasi Manusia yang terjadi terhadap tenaga kerja diluar negri yang berasal dari Daerah.
- Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas penegakkan Hak Azasi Manusia terhadap tenaga kerja diluaar negri yang berasal dari Daerah.
- Membantu dalam membahas dan menanggulangi masalah pelanggaran Hak Azasi Manusia terhadap tenaga dikerja luar negri yang berasal dari Daerah.
- Untuk mengetahui apa saja penyebab pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap tenaga kerja diluar negri yang berasal dari Daerah.
- Untuk mengatahui bagaimana cara penaggulangan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap tenaga kerja diluar negri yang berasal dari Daerah.
- Bagaimana tanggung jawab pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap tenaga kerja yang berasal dari Daerah.
- C. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan
karya tulis ini diantaranya :
- Apa saja penyebab pelanggaran Hak Asasi Manusia di Daerah?
- Bagaimana cara penaggulangan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Daerah?
- Bagaimana tanggung jawab pemerintah daerah dalam menyelesaikan permasalahan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Daerah?
- D. Metode Penulisan Makalah
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis melakukan
metode penelaahan melalui studi pustaka untuk melengkapi materi atau data-data
dalam penyusunan makalah ini. Penyusun melakukan studi pustaka dari berbagai
sumber buku.
- E. Sistematika Penulisan Makalah
Adapun
sistematika penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
- Tujuan Penulisan
- Perumusan Masalah
- Metode Penulisan Makalah
- Sistematika Penulisan Makalah
BAB II LANDASAN TEORI
- A. Makna Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Indonesia)
- Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
- C. HAM dalam Tinjauan Islam
- Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM
- E. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
BAB III DATA
- Lokasi
- Masalah Pelanggaran HAM
BAB IV PEMBAHASAN MASALAH
- Sebab-Sebab Pelanggaran HAM
- Cara-Cara Penanggulangan Pelanggaran HAM
- Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
- Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
- A. Makna Sila Kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia)
Inti sila kelima yaitu “keadilan” yang mengandung
makna sifat-sifat dan keadaan NegaraIndonesiaharus sesuai dengan hakikat adil,
yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat manusia. Hakikat keadilan ini
berkaitan dengan hidup manusia, yaitu hubungan keadilan antara manusia satu
dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam
hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai
dengan makna yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang
adil dan beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam
sila kedua ini terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun
juga apa yang telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social
adalah memenuhi hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara
kongkrit keadilan social ini mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber
pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai
individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam
kaitannya dengan NegaraIndonesiasendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam
hubungan NegaraIndonesiadengan Negara lain (lingkup internasional)
Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan
dalam tiga segi (keadilan segitiga) yaitu:
- Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap warganya apa yang telah menjadi haknya.
- Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara. Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap negaranya.
- Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu
dasar yangyang harus diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan
tujuan negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi seluruh
warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya. Demikian pula
nilai-nilai keadilan tersebut sebagai dasar dalam pergaulan antar negara sesama
bangsa didunia dan prinsip ingin menciptakan ketertiban hidup bersama dalam
suatu pergaulan antar bangsa di dunia dengan berdasarkan suatu prinsip
kemerdekaan bagi setiap bangsa, perdamaian abadi serta keadilan dalam hidup
bersama (keadilan sosial).
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut
juga meliputi seluruh unsur manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah
menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan
hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya
sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan
selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia
dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
- B. Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
1. Pengertian HAM
Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dimilki oleh manusia, sesuai
dengan kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau
kebebasan, hak milik dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri pribadi
manusia dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain. Hak asasi manusia
hakikatnya semata-mata bukan dari manusia sendiri tetapi dari Tuhan Yang Maha
Esa. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Hak Asasi Manusia menurut Ketetapan
MPR nomor XVII/MPR/1988, bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar
yang melekat pada diri manusia secara kodrat, universal, dan abadi sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun pengertian Hak Asasi Manusia menurut para tokoh-tokoh lainnya, yaitu :
- Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
- John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
- Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
2. Ciri Pokok Hakikat
HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat
ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
- HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
- HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
- HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
3. HAM Dalam
Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat
bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam
Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti
peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan
jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam
konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang
sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum,
sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan
yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih
bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang
dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami
perubahan.
- C. HAM Dalam Tinjauan Islam
Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa
Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan
mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia
merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya
terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu
bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu
A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak
manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama
lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan
pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui
ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan
manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga bangsa.
Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep
tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga
mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan
Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren
membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam
sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber
ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam
Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar
apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi
juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak
hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy)
yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak
elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak
maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny)
yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar
F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga
Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama
warga negara adalah :
- Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
- Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
- Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
- Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.
- D. Pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini,
dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk
pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara
membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok
yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya,
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara
itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau
bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu
kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran
terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur
negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap
pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi
juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap
pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan.
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
umum.
- E. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
- Parapedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
- Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
- Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
- Parapedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
BAB III
DATA
- A. Lokasi
Tempat Kejadian : Daerah
Kabupaten
: Daerah
Propinsi
: Jawa Barat
- B. Masalah Pelanggaran HAM
Di bawah ini adalah salah satu contoh Kasus yang
melanggar HAM yakni tentang pemerasan terhadap TKI/TKW asal Daerah.
LSM CSPD Daerah
Daerah, 25 Pebruari 2002 14:38
TKW asal Daerah Jabar yang jumlahnya ribuan- sepulang
dari negara tempat mereka bekerja, mengeluhkan ulah calo dari perusahaan jasa
pemulangan TKI/TKW di Kabupaten Daerah. Mereka diperas Rp 1,6 juta per orang,
dari ongkos resmi Rp 160 ribu. Demikian diungkapkan Direktur Centra Studi
Pemberdayaan Daerah (CSPD) Yudi Junadi, Senin (25/2) di Daerah.
Menurutnya, sejak sebulan terakhir, lembaga yang
dipimpinnya kebanjiran pengaduan para TKI/TKW yang merasa diperas saat akan
pulang ke desanya.
“Kami berharap, Pemerintah Kabupaten Daerah tidak
tutup mata terhadap persoalan nasib TKI/TKW ini, karena berdasarkan pengaduan
yang kami terima, mereka dipungut biaya pemulangan hingga Rp 2,5 juta per
orang,” ungkap Yudi, yang juga mantan Ketua LBH Daerah.
Advokat Senior ini menceritakan, sejak awal 2002,
broker jasa pemulangan dan pemberangkatan TKI/TKW di Daerah terus
menggembar-gemborkan, mereka akan memberikan perlindungan terhadap para
TKW/TKI. Ironisnya, di antara mereka ada yang berkolaborasi dengan sejumlah
lembaga swadaya masyarakat (LSM), sehingga menimbulkan kerancuan.
Berdasarkan pemantauan CSPD, sejumlah TKI/TKW yang
baru turun dari Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, terus dibuntuti para
broker dan diminta menggunakan jasanya. Seperti sudah ada kerjasama dengan
pihak bandara, para TKI/TKW itu dibingungkan oleh sulitnya transportasi untuk
kepulangan mereka, sehingga mereka terpaksa menggunakan jasa mereka.
Namun, para pekerja yang rata-rata dari kampung itu,
yang biasanya hanya membayar Rp 160.000 per orang, ternyata diharuskan membayar
antara Rp 1,6 hingga Rp 2,5 juta per orang. Bukan hanya itu, mereka juga
dipaksa untuk menukarkan cek gajinya kepada mereka dengan nilai yang sangat
rendah.
“Salah satunya menimpa korban Ny. Komariah (34), asal
Desa Peuteuy Condong Kec. Cibeber, Kab. Daerah. Uang gajinya yang masih berupa
cek dipaksa ditukarkan dengan harga Rp 7.000 per dolar AS. Padahal, saat itu
nilai rupiah terhadap dolar lebih dari Rp 10.000, ” papar Yudi.
Menurut pemantauan CSPD, ada tiga titik penampungan
sementara TKI/TKW yang baru pulang ke Daerah, yakni di Cipanas, di samping
Harimart Daerah Kota, dan di sebuah asrama.
Anehnya, meski aksi pemerasan ini berjalan cukup lama,
polisi mengaku belum mengetahui kejadian. Padahal, berita tentang pemerasan
terhadap TKI/TKW ini hampir terjadi setiap hari, sesalnya.
Sementara itu, Agum, salah seorang pengurus Asosiasi
Jasa Pemulangan dan Pemberangkatan TKI/TKW Daerah (Apjatic), ketika
dikonfirmasi membantah pihaknya melakukan pemerasan terhadap TKI/TKW yang baru
pulang kampung. “Kami justru memberikan perlindungan terhadap para TKI/TKW itu
supaya tidak diperdaya oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab,” bela
Agum.
Dia berdalih, kalau pada akhirnya seorang TKI/TKW
memberikan ongkos lebih, itu disebabkan puas atas pelayanannya, bukan berarti
pemerasan. Mereka akan merasa nyaman dan aman sampai di tempat tujuan,” kilah
Agum.
Namun demikian, Agum tidak menyangkal banyaknya
pemerasan terhadap TKI/TKW asal Daerah. Menurutnya, hal itu disebabkan tidak
adanya lembaga resmi yang mengatur pemulangan TKI/TKW, sehingga memancing oknum
untuk melakukan pemerasan.
Kabupaten Daerah merupakan salah satu daerah pemasok
TKI/TKW terbesar se-Jawa Barat. Setiap hari sedikitnya 130 TKI/TKW pulang ke
kampung halamannya di berbagai daerah di Kabupaten Daerah.
Guna menghindari pemerasan, TKI/TKW asal Daerah
Selatan ada yang memilih tinggal di rumah kerabatnya di Daerah, sebelum pulang
ke desanya. Sebab, jika langsung pulang ke desa, kata salah seorang dari
mereka, bisa-bisa dijadikan bulan-bulanan para broker pemulangan TKI/TKW.
BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH
- A. Sebab-Sebab Pelanggaran HAM
Berikut ini adalah beberapa penyebab terjadinya
pelanggaran HAM yang terjadi di Daerah, yaitu sebagai berikut :
- Kurangnya menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Masyarakat warga yang belum berdaya.
- Interprestasi dan penerapan yang salah dari norma–norma agama dan perintah (intruksi)
- Good Governence masih bersifat retorika.
- Corporete Governence masih bersifat retorika .
- B. Cara-Cara Penanggulangan Pelanggaran HAM
Berikut ini adalah Cara penanggulangan pelanggaran HAM
yang terjadi di Daerah, yaitu sebagai berikut :
- Membawa kasus–kasus pelanggaran hak asasi manusia ke pengadilan hak asasi manusia dengan tetap menerapkan asas praduga tak bersalah.
- Membangun budaya hak asasi manusia.
- Berdayakan mekanisme perlindungan hak asasi manusia yang ada dan membentuk lembaga–lembaga khusus yang mengenai masalah masalah khusus.
- Mempergiat sosialisasi hak asasi manusia kepada semua kelompok dan tingkat dalam masyarakat dengan mengikut sertakan LSM dalam kemitraan dengan pemerintah.
- Mencabut dan merivisi semua undang–undang peraturan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
- Memberdayakan aparat pengawas.
- Mengembangkan managemen konflik oleh lembaga–lembaga perlindungan hak asasi manusia.
- Memprioritaskan penyusunan prosedur pengaduan dan penanganan kasus–kasus pelanggaran hak asasi manusia.
- Membentuk lembaga–lembaga yang membantu korban pelanggaran hak asasi manusia dalam mengurus kompensasi dan rehabilitasi.
- Mengembangkan lembaga-lembaga dan program–program yang melindungi korban dan saksi pelanggaran hak asasi manusia.
- C. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah
Berikut ini adalah kewajiban dan tanggung jawab
Pemerintah menurut UU No. 39 Tahun 1999, yaitu sebagai berikut:
- Pemerintah Wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang ini, peraturan peundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara RI.
- Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara dan bidang lain.
- Hak dan kebebasan yang diatur dalam undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dann penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa.
- Tidak satu ketentuan pun dalam undang-undang ini boleh diartikan bahwa pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam undang-undang ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
- a. Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia
sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya
terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar
atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara, HAM diatur dan dilindungi
oleh perundang-undangan, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang
dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara
akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM.
- b. Saran
Upaya agar sadar akan pentingnya Hak Asasi Manusia,
maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
- Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri.
- Kerjasama antara Pemerintah daerah dan warga masyarakat Daerah perlu ditingkatkan.
- Kita harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain
- Pemerintah khususnya pihak kepolisian harus bisa menjadi sarana dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM.
- Pemerintah harus bisa bekerjasama dengan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
- Pelanggaran hak asasi manusia di negara Indonesia khususnya di Daerah Jawa Barat, seharusnya ditanggapi dengan cepat dan tanggap oleh pemerintah dan disertai peran serta masyarakat.
- Dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta
: Paradigma.
Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan
Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama Penerbit.
Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utam