Fasilitas DP mobil dinas pejabat dianggap wajar
Jakarta: Pemerintah semakin memanjakan para pejabat negara dengan memberikan fasilitas uang muka (down payment/DP)
kendaraan perorangan. Hal ini berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat
Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan sebesar Rp210 juta.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani mengatakan pemberian fasilitas tersebut merupakan siklus lima tahunan pemerintah yang diberikan kepada anggota lembaga tinggi seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hakim Agung, Hakim Konstitusi, Anggota Komisi Yudisial (KY) dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia mengakui kenaikan pemberian DP mobil pejabat negara ini memang naik setiap tahunnya. Namun menurut dia, hal itu wajar mengingat tingkat inflasi selama lima tahun cukup tinggi.
"Untuk membantu pejabat negara di lembaga tinggi dengan memberikan dukungan fasilitas. Ini hanya diberikan kepada anggota lembaga tinggi, sedangkan ketua dan wakil ketua serta menteri sudah ada mobil dinas," ujar Askolani, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
Sebagai informasi, kebijakan sebelumnya yang tertuang dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2010, pemerintah hanya memberikan DP mobil bagi pejabat negara sebesar Rp116 juta. Bahkan, pada Perpres Nomor 92 Tahun 2006, fasilitas ini hanya diberikan sebanyak Rp70 juta.
Menurut dia, kenaikan pemberian fasilitas ini sudah tertera dalam PAGU di setiap kementerian, sehingga hal ini menjadi hak mereka. Ia mengakui, penetapan fasilitas itu sebenarnya sudah diefisienkan oleh pihaknya, mengingat usulan fasilitas tersebut sebesar Rp250 juta per individu.
"Melihat tingkat inflasi, harga kendaraan dan sesuai kewajaran dan kelayakan, kita tetapkan pemberian fasilitas ini sebesar Rp210 juta, di bawah usulan yang sebesar Rp250 juta," papar Askolani.
Mekanisme pencairan fasilitas ini, jelas dia, dilakukan oleh masing-masing kementerian dan lembaga tinggi sesuai dengan PAGU yang telah ditetapkan. Nantinya, pencairan tersebut akan diaudit oleh BPK dan akan dipertanggungjawabkan.
"Tak sepenuhnya ditanggung oleh negara dan dalam batas yang wajar. Lagi pula dalam pencairannya nanti akan diaudit lagi oleh BPK," pungkas Askolani.
AHL
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani mengatakan pemberian fasilitas tersebut merupakan siklus lima tahunan pemerintah yang diberikan kepada anggota lembaga tinggi seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hakim Agung, Hakim Konstitusi, Anggota Komisi Yudisial (KY) dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia mengakui kenaikan pemberian DP mobil pejabat negara ini memang naik setiap tahunnya. Namun menurut dia, hal itu wajar mengingat tingkat inflasi selama lima tahun cukup tinggi.
"Untuk membantu pejabat negara di lembaga tinggi dengan memberikan dukungan fasilitas. Ini hanya diberikan kepada anggota lembaga tinggi, sedangkan ketua dan wakil ketua serta menteri sudah ada mobil dinas," ujar Askolani, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/4/2015).
Sebagai informasi, kebijakan sebelumnya yang tertuang dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2010, pemerintah hanya memberikan DP mobil bagi pejabat negara sebesar Rp116 juta. Bahkan, pada Perpres Nomor 92 Tahun 2006, fasilitas ini hanya diberikan sebanyak Rp70 juta.
Menurut dia, kenaikan pemberian fasilitas ini sudah tertera dalam PAGU di setiap kementerian, sehingga hal ini menjadi hak mereka. Ia mengakui, penetapan fasilitas itu sebenarnya sudah diefisienkan oleh pihaknya, mengingat usulan fasilitas tersebut sebesar Rp250 juta per individu.
"Melihat tingkat inflasi, harga kendaraan dan sesuai kewajaran dan kelayakan, kita tetapkan pemberian fasilitas ini sebesar Rp210 juta, di bawah usulan yang sebesar Rp250 juta," papar Askolani.
Mekanisme pencairan fasilitas ini, jelas dia, dilakukan oleh masing-masing kementerian dan lembaga tinggi sesuai dengan PAGU yang telah ditetapkan. Nantinya, pencairan tersebut akan diaudit oleh BPK dan akan dipertanggungjawabkan.
"Tak sepenuhnya ditanggung oleh negara dan dalam batas yang wajar. Lagi pula dalam pencairannya nanti akan diaudit lagi oleh BPK," pungkas Askolani.
AHL
Sumber :
http://ekonomi.metrotvnews.com