BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus
angka US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut
jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki
pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per
kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang
memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di
bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita
penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat
kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang
mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang
memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat
hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya
US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $
43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat
Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun 2030
prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka
bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi “hantu”
yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang
telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi
manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial
ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara
maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa.
Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada
tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat
tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara
global kemiskinan Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang
yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara
spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan
Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan
infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia
dengan norma secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian
Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara
pinggiran benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa
terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi
akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah
dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat
kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan
tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan
yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan.
- Perumusan Masalah
Dalam tugas terstruktur individu ini, penyusun yang
membahas mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan
dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut:
“Apa yang menjadi masalah dasar
dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia”.
- Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang
kemiskinan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:
- Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
- Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
- Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
- Manfaat
- Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu
pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
- Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi
pustaka yang berhubungan dengan permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan
di Indonesia.
- Ruang Lingkup
Dalam penyusunan Makalah ini penyusun mengambil sampel
ruang lingkup berupa masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
BAB II
METODE PENULISAN
- Objek Penulisan
Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini
adalah pengertian dan permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek
kebijaksanaannya dan upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pemerintah.
- Dasar Pemilihan Objek
Kami memilih Objek Penulisan ini adalah karena
Kemiskinan merupakan permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu,
kemiskinan juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Sebagai warga
negara Indonesia, dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada
bantuan pemerintah saja namun di zaman globalisasi ini warga negara Indonesia
dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang unggul sehingga memungkinkan
munculnya keunggulan individual yang dapat memberikan sumbangan kepada
kemakmuran individu dan masyarakat.
- Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data
yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai
dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai
permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi
juga diperoleh dari media berbagai media informasi baik dari televisi, koran
maupun situs web internet yang membahas mengenai permasalahan dan upaya
penuntasan kemiskinan di Indonesia.
- Metode Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif
analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang
ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya,
serta mencari alternatif pemecahan masalah
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
- Pembahasan
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak
hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga
negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal
dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan
upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut sedikit penjelasan
mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema mengglobal yang sangat sulit
dicari cara pemecahan terbaiknya.
- Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung
arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek.
Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara
Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah
konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya
dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang
diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka perkembangan arti definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah
keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi
dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan
komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh Ali
Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya penyediaan lapangan
kerja di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada
dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan ditimbulkan oleh
ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan
masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka
berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini
lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai
bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya
berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang
kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti
definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak
hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga
negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi
industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal
dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan
upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya
tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya,
seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi
masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun
1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya
dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan
Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun,
di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian:
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang
termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan,
sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
- Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk
menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di
kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
- Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
- Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
- Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
- Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
- Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
- Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
- Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
- Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
- Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
- Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut
pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
- Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa
standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada
pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan
per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas
menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan
standar perkembangan pendapatan per-kapita:
- a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
- b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
- c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
– Rusaknya syarat-syarat perdagangan
– Beban hutang
– Kurangnya bantuan luar negeri, dan
– Perang
- Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam
pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja
dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus,
serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan
maksimal
- Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah
adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji
masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas.
Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya
peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
- Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan
pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung
mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih
terbebani oleh pajak negara.
- Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di
Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan
laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang
bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini
menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama
satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat
ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin
selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun
pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin
meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta
(23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk
miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu
penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin
bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk
miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS
) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan
Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan
kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika
pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
- Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas
secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari
Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
- Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
- Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
- Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
- Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali
hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh
rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya
Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan
Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati
peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara
ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang
sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu,
kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara
ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan
kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding
perkotaan. Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa
sekitar 69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar
bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan
adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana
hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau
menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran
keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak
mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan
dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka
terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk
membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten
dalam skala Nasional.
- Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah
dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama
kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci
dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan
bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan
tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi
kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional
Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar
60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan
mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan
antara lain sebagai berikut:
- a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
- b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
- c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi
kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa
Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang
dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan
kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan,
dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam
melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan,
tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan
politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu
besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang
dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang
yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong
fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling
miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
- Kesimpulan dan Saran
- Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang
telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari
sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang
alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan
masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan
masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan
tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama
yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini masyarakat.
Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai
hasil yang seminimal mungkin.
- Saran
Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan
usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu,
globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia
yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke
depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan,
wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar
global.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya
Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed :
Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian
Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas.
CV. Cahaya Pustaka.