Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan luas. Adapun ciri pokoknya adalah sebagai berikut.
- Memiliki alur/ plot yang kompleks. Berbagai peristiwa ditampilkan saling berkaitan sehingga novel dapat bercerita panjang lebar, membahas persoalan secara luas dan lebih mendalam.
- Tema dalam novel tidak hanya satu, tetapi muncul tema-tema sainpingan. Oleh karena itu, pengarang dapat membahas hampir semua segi persoalan.
- Tokoh/karakter dalam novel bisa banyak. Dalam novel, pengarang sering menghidupkan banyak tokoh cerita yang masing-masing digambarkan secara lengkap dan utuh. Dalam novel terdapat tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang tidak berubah wataknya dalam cerita. Adapun tokoh dinamis adalah tokoh yang mengalami perubahan selama cerita berlangsung (misalnya, dari tokoh jahat menjadi tokoh yang baik).
Menurut Jakob Sumardjo (1984: 67-68) terdapat beberapa jenis novel, yakni sebagai berikut.
- Novel Kejadian
Dalam novel ini, plot atau alur cerita
sangat dipentingkan pengarang. Novel ini menitik beratkan pada
perkembangan kejadian yang biasanya penuh ketegangan dan kejutan.
- Novel Watak
Novel ini menekankan unsur karakter atau
watak pelakunya. Pengarang ingin menggambarkan watak tokoh sehingga
seluruh kejadian dalam novel sangat ditentukan oleh watak
tokoh-tokohnya.
- Novel Tematis
Novel yang menekankan pada unsur tema.
Misalnya, tema politik, sosial, atau keagamaan. Selain pembagian
tersebut, ada juga jenis novel populer. Novel populer ditulis menurut
suatu pola atau syarat-syarat yang tetap. Termasuk jenis novel ini
adalah novel detektif, novel kriminal, novel Islami, novel remaja, dan
sebagainya.
Untuk dapat memahami novel remaja, baik asli maupun terjemahan, kita harus membacanya terlebih dahulu. Kemudian, kita analisis berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya.
Berikut contoh kutipan novel terjemahan.
Untuk dapat memahami novel remaja, baik asli maupun terjemahan, kita harus membacanya terlebih dahulu. Kemudian, kita analisis berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya.
Berikut contoh kutipan novel terjemahan.
Kursi Perak
(Kisah dari Namia)
Di suatu hari yang amat panas di tengah musim gugur, tampak Jill Pole sedang menangis di belakang aula sekolah. Seperti biasa, karena diganggu teman-temannya. Karena ini bukanlah sebuah cerita sekolahan maka akan kuceritakan sedikit saja tentang sekolah Jill, yang memang bukan sebuah bahan cerita yang menyenangkan. Merupakan sebuah sekolah yang menerima anak lelaki maupun wanita, yang di Inggris disebut sekolah campuran, walaupun tak secampur aduk pikiran pengelolanya.
(Kisah dari Namia)
Di suatu hari yang amat panas di tengah musim gugur, tampak Jill Pole sedang menangis di belakang aula sekolah. Seperti biasa, karena diganggu teman-temannya. Karena ini bukanlah sebuah cerita sekolahan maka akan kuceritakan sedikit saja tentang sekolah Jill, yang memang bukan sebuah bahan cerita yang menyenangkan. Merupakan sebuah sekolah yang menerima anak lelaki maupun wanita, yang di Inggris disebut sekolah campuran, walaupun tak secampur aduk pikiran pengelolanya.
Mereka punya gagasan untuk membiarkan
semua anak melakukan apa saja yang di sukai. Sayangnya, yang disukai
beberapa anak yang lebih besar adalah mengusik anak-anak lainnya.
Segala hal, segala yang menyebalkan, yang di sekolah-sekolah lain pasti
akan diusut atau dicegah setengah jalan, di sini boleh saja dilakukan.
Dan kalaupun diusut, para pelakunya tak akan dihukum atau
diapa-apakan. Kepala Sekolah hanya akan menganggapnya sebagai kasus
psikologis yang menarik dan memanggil si pelaku untuk berbincang selama
berjam-jam. Dan bila kau bisa menyampaikan sesuatu dengan tepat, kau
akan semakin disukai oleh Kepala Sekolah.
Itulah yang membuat Jill Pole menangis pada siang hari itu di sebuah jalan setapak yang becek di antara ruang senam dan semak-semak. Ketika ia belum lagi hendak menyelesaikan tangisnya, muncullah seorang anak dari sudut ruang senam seraya bersiul-siul bersaku tangan. Anak itu hampir saja menabraknya.
“Lihat-lihat dong, kalau jalan!” sergah Jill Pole sengit.
“Oh,” jawab anak itu, “gitu saja ngamuk” dan tampak olehnya bahwa gadis itu memerah. “Eh, Pole”, katanya, “Kau kenapa?” Jill hanya menjebik, seperti yang kau lakukan bila hendak mengucapkan sesuatu tapi tahu bahwa begitu kau ucapkan sepatah kata, air matamu akan kembali ambrol seketika.
“Mereka lagi, pasti,” tebak anak itu gemas sambil menyusupkan tangannya lebih dalam ke saku celananya. Jill mengangguk. Tak perlu lagi mengucapkan sesuatu, kalaupun ia bisa. Mereka berdua sudah sama-sama maklum.
“Nah, sudahlah,” kata anak lelaki itu. Sebetulnya ia bermaksud baik, namun karena nada ucap-annya yang seperti hendak berkhotbah, membuat kegusaran Jill meluap seketika (seperti biasa kau rasai juga bila terpotong ketika sedang enak-enak menangis).
“Huh! Pergi sana!”, “Usil amat,” usir gadis itu. “Tak ada yang memintamu membujukku, bukan? Memangnya kau sendiri sudah hebat? Kurasa kau pun akan mengatakan agar kita berbaik-baik pada mereka, mengikuti semua mau mereka, dan memikat perhatian mereka, seperti yang sering kau lakukan. Begitu bukan?”
“Ya, Tuhan!” kata anak lelaki itu seraya duduk di sebuah gundukan berumput di dekat semak-semak, dan segera terlompat lagi bangkit karena rerumputan itu basah. Sayangnya ia bemama Eustace Scrubb, walaupun ia bukan anak nakal.
“Pole!” katanya. “Bukankah aku sudah membela Carter dalam urusan kelinci kemarin? Dan bukankah aku tetap menutup mulut dalam soal Spiwin tempo hari?” Scrubb tahu gadis itu belum pulih kembali dan dengan sangat sabar ia menawarinya sebiji permen. Dia masih punya satu lagi. Akhimya, Jill mulai bisa kembali memandang dunia dengan cerah.
“Maafkan aku, Scrubb,” kata gadis itu akhimya. “Saya tidak adil. Kau memang sudah cukup baik triwulan ini.”
“Kalau begitu lupakanlah triwulan yang lalu, kalau bisa,” kata Eustace. “Aku sudah berubah. Dulu, wah! Betapa menyebalkannya aku.”
“Yah, terus terang saja, dulu kau memang menyebalkan,” kata Jill.
“Menurutmu, sekarang sudah berubahkah aku?” tanya Eustace.
“Bukan hanya pendapatku,” jawab Jill. “Yang lain pun berpendapat demikian pula Mereka memerhatikanmu. Si Eleanor Blakiston mendengar Adela Pennyfather mengatakannya di ruang ganti, kemarin. Katanya, “Ada yang sudah mempengaruhi si Scrubb cilik. Dia jadi agak susah diatur triwulan ini. Kita harus segera beri dia pelajaran.”
Eustace mengangkat bahu. Semua anak di Sekolah Percobaan itu tahu apa artinya ‘diberi
pelajaran’ oleh mereka. Kedua anak itu terdiam sejenak. Setetes air menetes dari daun palem.
“Kenapa kau jadi begitu berbeda dengan triwulan kemarin?” kata Jill akhirnya.
“Banyak hal-hal aneh yang kualami selama liburan yang lalu, “kata Eustace penuh teka-teki’
“Keanehan apa?” Tanya Jill. Beberapa saat Eustace tak berkata sepatah pun. Lalu katanya:
“Begini, Pole. Kau dan aku sama-sama tak menyrkai tempat ini, bukan?”
“Ya, memang,” jawab Jill.
“Jadi kupikir aku bisa benar-benar mempercayaimu.”
“Teruskan1ah,” kata Jill.
“Ya, tapi ini benar-benar amat rahasia. Pole, bolehkah kutanya, percayakah kau pada hal-hal gaib? Maksudku, hal-hal yang mungkin akan ditertawakan semua orang?”
“Aku belum pemah mengalaminya,” kata Jill,
“tapi kurasa aku akan percaya.”
“Percayakah kau bila kukatakan bahwa aku meninggalkan alam kita ini -Dunia ini-sewaktu liburan yang 1a1u?”
“Aku belum menangkap maksudmu.”
“Kalau begitu jangan pusing-pusing tentang dunia, deh. Kalau kukatakan bahwa aku sudah ke tempat di mana binatang bisa bicara dan eh -dan- ada sihir dan naga dan segala macam hal yang hanya pemah kau dengar dalam dongeng.” Tampak sekali betapa Scrubb salah tingkah sendiri ketika menyampaikan hal itu, dan wajahnya membersit merah.
Karya C. S. Lewis
Itulah yang membuat Jill Pole menangis pada siang hari itu di sebuah jalan setapak yang becek di antara ruang senam dan semak-semak. Ketika ia belum lagi hendak menyelesaikan tangisnya, muncullah seorang anak dari sudut ruang senam seraya bersiul-siul bersaku tangan. Anak itu hampir saja menabraknya.
“Lihat-lihat dong, kalau jalan!” sergah Jill Pole sengit.
“Oh,” jawab anak itu, “gitu saja ngamuk” dan tampak olehnya bahwa gadis itu memerah. “Eh, Pole”, katanya, “Kau kenapa?” Jill hanya menjebik, seperti yang kau lakukan bila hendak mengucapkan sesuatu tapi tahu bahwa begitu kau ucapkan sepatah kata, air matamu akan kembali ambrol seketika.
“Mereka lagi, pasti,” tebak anak itu gemas sambil menyusupkan tangannya lebih dalam ke saku celananya. Jill mengangguk. Tak perlu lagi mengucapkan sesuatu, kalaupun ia bisa. Mereka berdua sudah sama-sama maklum.
“Nah, sudahlah,” kata anak lelaki itu. Sebetulnya ia bermaksud baik, namun karena nada ucap-annya yang seperti hendak berkhotbah, membuat kegusaran Jill meluap seketika (seperti biasa kau rasai juga bila terpotong ketika sedang enak-enak menangis).
“Huh! Pergi sana!”, “Usil amat,” usir gadis itu. “Tak ada yang memintamu membujukku, bukan? Memangnya kau sendiri sudah hebat? Kurasa kau pun akan mengatakan agar kita berbaik-baik pada mereka, mengikuti semua mau mereka, dan memikat perhatian mereka, seperti yang sering kau lakukan. Begitu bukan?”
“Ya, Tuhan!” kata anak lelaki itu seraya duduk di sebuah gundukan berumput di dekat semak-semak, dan segera terlompat lagi bangkit karena rerumputan itu basah. Sayangnya ia bemama Eustace Scrubb, walaupun ia bukan anak nakal.
“Pole!” katanya. “Bukankah aku sudah membela Carter dalam urusan kelinci kemarin? Dan bukankah aku tetap menutup mulut dalam soal Spiwin tempo hari?” Scrubb tahu gadis itu belum pulih kembali dan dengan sangat sabar ia menawarinya sebiji permen. Dia masih punya satu lagi. Akhimya, Jill mulai bisa kembali memandang dunia dengan cerah.
“Maafkan aku, Scrubb,” kata gadis itu akhimya. “Saya tidak adil. Kau memang sudah cukup baik triwulan ini.”
“Kalau begitu lupakanlah triwulan yang lalu, kalau bisa,” kata Eustace. “Aku sudah berubah. Dulu, wah! Betapa menyebalkannya aku.”
“Yah, terus terang saja, dulu kau memang menyebalkan,” kata Jill.
“Menurutmu, sekarang sudah berubahkah aku?” tanya Eustace.
“Bukan hanya pendapatku,” jawab Jill. “Yang lain pun berpendapat demikian pula Mereka memerhatikanmu. Si Eleanor Blakiston mendengar Adela Pennyfather mengatakannya di ruang ganti, kemarin. Katanya, “Ada yang sudah mempengaruhi si Scrubb cilik. Dia jadi agak susah diatur triwulan ini. Kita harus segera beri dia pelajaran.”
Eustace mengangkat bahu. Semua anak di Sekolah Percobaan itu tahu apa artinya ‘diberi
pelajaran’ oleh mereka. Kedua anak itu terdiam sejenak. Setetes air menetes dari daun palem.
“Kenapa kau jadi begitu berbeda dengan triwulan kemarin?” kata Jill akhirnya.
“Banyak hal-hal aneh yang kualami selama liburan yang lalu, “kata Eustace penuh teka-teki’
“Keanehan apa?” Tanya Jill. Beberapa saat Eustace tak berkata sepatah pun. Lalu katanya:
“Begini, Pole. Kau dan aku sama-sama tak menyrkai tempat ini, bukan?”
“Ya, memang,” jawab Jill.
“Jadi kupikir aku bisa benar-benar mempercayaimu.”
“Teruskan1ah,” kata Jill.
“Ya, tapi ini benar-benar amat rahasia. Pole, bolehkah kutanya, percayakah kau pada hal-hal gaib? Maksudku, hal-hal yang mungkin akan ditertawakan semua orang?”
“Aku belum pemah mengalaminya,” kata Jill,
“tapi kurasa aku akan percaya.”
“Percayakah kau bila kukatakan bahwa aku meninggalkan alam kita ini -Dunia ini-sewaktu liburan yang 1a1u?”
“Aku belum menangkap maksudmu.”
“Kalau begitu jangan pusing-pusing tentang dunia, deh. Kalau kukatakan bahwa aku sudah ke tempat di mana binatang bisa bicara dan eh -dan- ada sihir dan naga dan segala macam hal yang hanya pemah kau dengar dalam dongeng.” Tampak sekali betapa Scrubb salah tingkah sendiri ketika menyampaikan hal itu, dan wajahnya membersit merah.
Karya C. S. Lewis
- Unsur Intrinsik
Unsur-unsur yang terkandung dalam prosa (
cerpen dan novel) terdiri atas dua bagian, yakni unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra
itu sendiri. Untur intrinsik meliputi tema, Iatar (set-up), sudut
pardang (point of view), alur, penokohan, gaya bahasa, dan amanat.
Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur di luar karya sastra, namun sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut. Misalnya, latar belakang sosial budaya pengarang, keadaan masyarakat, lingkungan keagamaan, dan pengalaman pengarang.
Berikut penjelasan mengenai unsur intrinsik.
Adapun unsur ekstrinsik merupakan unsur di luar karya sastra, namun sangat berpengaruh terhadap karya sastra tersebut. Misalnya, latar belakang sosial budaya pengarang, keadaan masyarakat, lingkungan keagamaan, dan pengalaman pengarang.
Berikut penjelasan mengenai unsur intrinsik.
- Tema
Tema adalah pokok permasalahan sebuah
cerita, makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Istilah tema
sering disamakan pengertiannya dengan topik, padahal kedua istilah ini
memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok
pembicaraan, sedangkan tema adalah gagasan sentral, yakni sesuatu yang
hendak dipequangkan dalam dan melalui karya fiksi. Tema suatu cerita
biasanya bersifat tersirat (tersembunyi) dan dapat dipahami setelah
membaca keseluruhan cerita.
Tema fiksi umumnya diklasifikasikan ke dalam lima jenis, yakni:
Tema Jasmaniah
Tema jasmaniah merupakan tema yang cenderung berkaitan dengan keadaan jasmani seorang manusia. Tema jenis ini terfokus pada kenyataan diri manusia sebagai molekul, zat, dan jasad. Oleh karena itu, tema percintaan termasuk ke dalam kelompok tema ini.
Tema Organik
Tema organik diterjemahkan sebagai tema tentang ‘moral’ karena kelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral manusia yang wujudnya tentang hubungan antar manusia, antar pria-wanita.
Tema Sosial
Tema sosial meliputi hal-hal yang berada di luar masalah pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan, dan propaganda.
Tema Egoik
Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi pribadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.
Tema Ketuhanan
Tema ketuhanan merupakan tema yang berkaitan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Tema fiksi umumnya diklasifikasikan ke dalam lima jenis, yakni:
Tema Jasmaniah
Tema jasmaniah merupakan tema yang cenderung berkaitan dengan keadaan jasmani seorang manusia. Tema jenis ini terfokus pada kenyataan diri manusia sebagai molekul, zat, dan jasad. Oleh karena itu, tema percintaan termasuk ke dalam kelompok tema ini.
Tema Organik
Tema organik diterjemahkan sebagai tema tentang ‘moral’ karena kelompok tema ini mencakup hal-hal yang berhubungan dengan moral manusia yang wujudnya tentang hubungan antar manusia, antar pria-wanita.
Tema Sosial
Tema sosial meliputi hal-hal yang berada di luar masalah pribadi, misalnya masalah politik, pendidikan, dan propaganda.
Tema Egoik
Tema egoik merupakan tema yang menyangkut reaksi-reaksi pribadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.
Tema Ketuhanan
Tema ketuhanan merupakan tema yang berkaitan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
- Latar (setting)
Latar atau setting adalah tempat, waktu,
atau keadaan yang melatari dan mewadahi berbagai peristiwa dalam
sebuah cerita. Secara garis besar latar fiksi dapat dikategorikan dalam
tiga bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Latar Tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi, misalnya latar tempat di dalam Kubah, yang menunjukkan latar pedesaan, perkotaan, atau latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh, pada tokoh dan karaktemya.
Latar Waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa dalam plot, secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jaman tertentu yang melatar belakangi.
Latar Sosial
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi.
Latar Tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi, misalnya latar tempat di dalam Kubah, yang menunjukkan latar pedesaan, perkotaan, atau latar tempat lainnya. Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin berpengaruh, pada tokoh dan karaktemya.
Latar Waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa dalam plot, secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jaman tertentu yang melatar belakangi.
Latar Sosial
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi.
- Sudut Pandang (point of vieuw)
Sudut pandang adalah visi pengarang atau
cara pengarang mengambil posisi dalam cerita. Lazimnya, sudut pandang
yang umum dipergunakan oleh para pengarang dibagi menjadi empat jenis,
yakni:
Sudut Pandang First Person.Central (Akuan Sertaan)
Di dalam sudut pandang akuan sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara
langsung terlibat di dalam cerita. Biasanya pengarang menggunakan tokoh “aku” atau “saya” (orang pertama).
Sudut Pandang First Person Peripheral (Akuan Tak Sertaan)
Sudut pandang akuan tak sertaan, tokoh “aku” biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih penting. Pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau akhir cerita.
Sudut Pandang Third-Personil-Omniscient (Diaan Mahatahu)
Di dalam sudut pandang diaan mahatahu, pengarang berada di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog
langsung dengan pembaca.
Sudut Pandang Third-Person-Limited (Diaan Terbatas)
Dalam diaan terbatas, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya. Dalam hal ini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.
Sudut Pandang First Person.Central (Akuan Sertaan)
Di dalam sudut pandang akuan sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang secara
langsung terlibat di dalam cerita. Biasanya pengarang menggunakan tokoh “aku” atau “saya” (orang pertama).
Sudut Pandang First Person Peripheral (Akuan Tak Sertaan)
Sudut pandang akuan tak sertaan, tokoh “aku” biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh lain yang lebih penting. Pencerita pada umumnya hanya muncul di awal atau akhir cerita.
Sudut Pandang Third-Personil-Omniscient (Diaan Mahatahu)
Di dalam sudut pandang diaan mahatahu, pengarang berada di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha tahu, bahkan mampu berdialog
langsung dengan pembaca.
Sudut Pandang Third-Person-Limited (Diaan Terbatas)
Dalam diaan terbatas, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya. Dalam hal ini pengarang hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.
- Alur
Alur adalah jalinan
peristiwa dalam sebuah cerita yang memiliki hubungan sebab akibat.
Secara sederhana, alur terdiri atas tiga tahapan, yakni tahap
perkenalan, tahap pertikaian (konflik),dan tahap penyelesaian(endin).
Adapun dalam penceritaannya, pengarang biasanya menggunakan alur maju
(alur konvensional) atau alur mundur dengan teknik kilas (alur
konversional)
- Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita yang dibuat pengarang
biasanya memiliki karakter atau watak yang khas. Dalam sebuah cerita
biasanya jalan cerita akan berpusat pada tokoh utama. Oleh karena itu,
pengenalan watak tokoh utama pada awal cerita sangatlah penting.
Pengenalan watak tokoh dapat dilakukan dengan dua cara, yakni sebagai
berikut.
Cara Analitik
Cara mohtik yaitu penggambaran watak tokoh yang secara langsung diuraikan oleh pengarang.
Cara Dramatik
Cara dramatik yaitu penggambaran watak tokoh yang tersirat dalam rangkaian cerita, misalnya melalui deskripsi fisik, deskripsi keadaan sekitarnya, atau dialog antartokoh.
Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal atau tokoh tambahan (bawahan). Karena acapkali sebuah fiksi melibatkan beberapa tokoh, perlu bagi kita untuk pertama kali menentukan tokoh sentralnya.
Cara Analitik
Cara mohtik yaitu penggambaran watak tokoh yang secara langsung diuraikan oleh pengarang.
Cara Dramatik
Cara dramatik yaitu penggambaran watak tokoh yang tersirat dalam rangkaian cerita, misalnya melalui deskripsi fisik, deskripsi keadaan sekitarnya, atau dialog antartokoh.
Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh periferal atau tokoh tambahan (bawahan). Karena acapkali sebuah fiksi melibatkan beberapa tokoh, perlu bagi kita untuk pertama kali menentukan tokoh sentralnya.
- Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan
bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup
dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh pemilihan kata (diksi)
yang tepat. Gaya merupakan cara pengungkapan seseorang yang khas bagi
seorang pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila
dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu
selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera
pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di
sekitamya.
- Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan
dalam sebuah cerita. Pesan tersebut biasanya bersifat implisit sehingga
pembaca akan mampu memperoleh pesan tersebut jika membaca keseluruhan
isi ceritanya.