Soichiro Honda adalah
pendiri perusahaan otomotif raksasa Honda Motor Company, Ltd. yang saat
ini merupakan perusahaan global. Beliau merupakan seorang industrialis
Jepang yang dilahirkan di Hamamatsu, Shizuoka, Jepang pada 17 November
1906 dan meninggal pada 5 Agustus 1991. Honda menghabiskan masa kecilnya
membantu ayahnya dalam bisnis reparasi sepeda. Pada saat 15 tahun,
tanpa pendidikan formal, Honda pindah ke Tokyo untuk mencari kerja. Dia
bekerja magang di sebuah bengkel pada 1922, dan setelah mempertimbangkan
pekerjaannya, ia tetap bekerja di sana selama enam tahun lagi sebelum
kembali ke kampung halamannya untuk memulai usaha reparasi mobilnya pada
1928 dalam usia 22 tahun.
Biografi Soichiro Honda dari Biografi Web
Honda
menyukai balapan otomotif dan menciptakan rekor kecepatan pada 1936.
Dia kemudian mengalami cedera dalam sebuah kecelakaan yang parah –
tulangnya patah termasuk di kedua pergelangan tangannya – dan berhasil
dibujuk istrinya untuk berhenti membalap. Honda lalu berkonsentrasi pada
usahanya, dan pada 1937 dia pindah ke pembuatan cincin-piston dengan
mendirikan Industri Berat Tokai Seiki (IBTS,Tokai Seiki Heavy Industry).
Pada 1948 dia menjual IBTS kepada Toyota seharga 450.000 yen (kira-kira
sama dengan 1 juta dolar AS jika diukur pada tahun 2003).
Semua
berawal dari Soichiro yang berumur 16 tahun, dan tak mau melanjutkan
sekolah. Karena ia menganggap sekolah saat itu hanya membuang waktu. Ia
hanya ingin mendalami tentang mesin mobil. Akhirnya, ayahnya yang
mengerti betul tentang ambisinya mengenalkan kepada seorang teman di
Tokyo bernama Kashiwabara, seorang direktur bengkel mobil bernama Art.
Akhirnya pada bulan Maret 1922, Soichiro diantar ayahnya ke Tokyo untuk
bekerja disana. Tapi bukan sebagai teknisi atau yang berhubungan dengan
mesin, ia hanya sebagai pengasuh bayi. Bayi yang ia asuh adalah anak
dari direktur bengkel Art.
Dari sanalah pengetahuannya tentang
mesin berkembang. Ia mencuri-curi waktu pada saat bengkel tutup untuk
sekedar melihat dan menganalisa mesin mobil. Apalagi ketika ia menemukan
sebuah buku di perpustakaan, dan mengumpulkan uang gajinya hanya untuk
menyewa buku tersebut. Buku yang pertama ia baca adalah Sistem
Pembakaran Dalam.
Pada suatu hari, ketika Soichiro Honda
sedang mengepel lantai, ia diajak majikannya untuk membantu di bengkel,
karena hari itu bengkel sedang sibuk. Dan disinilah ia menunjukkan
kemampuannya membetulkan mesin mobil Ford model T yang dikeluarkan pada
tahun 1908. Dengan pengetahuannya mencuri-curi waktu untuk sekedar
mengintip mesin mobil dan ilmu yang ia dapat dari buku, akhirnya ia
berhasil membuat takjub para teknisi lain.
Pada
umur 18 tahun, ia pergi ke kota Marioka untuk membetulkan mesin mobil.
Karena masih muda, sampai-sampai penjemput keheranan.
“Tuan
bengkel Art-nya sedang ke toilet ya?” tanya salah satu dari dua orang
penjemput, karena sangat tidak percaya yang ia jemput hanyalah anak muda
berumur belasan tahun.
“Sayalah yang anda maksud, terima kasih sudah menjemput saya” jawab Soichiro santai.
Hihihi..
lucu juga kalau melihat wajah kedua penjemput itu. Ketakjuban para
teknisi tidak sampai disitu, saat ia mulai membongkar mobil pun, banyak
yang tak percaya ia bisa memasangnya kembali. Tapi ternyata, ia berhasil
membetulkan mobil tersebut. Dengan prestasinya tersebut, pada usia 22
tahun ia sudah menjadi kepala bengkel Art, dan dipercaya untuk membuka
cabang di kota Hamamatsu.
Pada tahun 1928 Soichiro menjadi kepala
bengkel Art cabang Hamamatsu. Awalnya bengkel tersebut hanya mempunyai 1
orang karyawan, tapi setelah 3 tahun berdiri, sudah mempunyai sekitar
50 orang karyawan. Selama kurun waktu tersebut, masalah perbaikan mobil
diserahkan kepada anak buahnya yang terlebih dahulu diberikan
pengetahuan tentang mesin. Sedangkan Soichiro hanya memeriksa hasil
kerja anak buahnya, dan lebih berkonsentrasi pada peningkatan
kreativitas dan pengetahuannya dalam bidang mesin.
Sebagai kepala
bengkel, ia terkenal galak dan keras. Ia tak segan untuk memukul kepala
anak buahnya dengan obeng atau kunci pas (seperti yang terlihat di buku,
entah itu benar atau tidak). Dari seluruh karyawannya, terdapat dua
golongan. Yang satu adalah yang bertahan dan yang melarikan diri. Dan
biasanya, orang-orang yang bertahan adalah orang-orang yang menjadi
teknisi handal.
Pada kurun waktu 3 tahun, Soichiro membuat veleg
mobil yang terbuat dari besi. Di masa itu, veleg mobil terbuat dari
kayu, sehingga jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, poros veleg
tersebut akan longgar.
Pada tahun 1933, ternyata Soichiro sudah
mulai membuat mobil balap dengan tangannya sendiri, yang ia namakan
Curtis. Nama Curtis diambil dari nama mesin yang ia gunakan, mesin
pesawat jenis Curtis A1. Dengan mobil buatannya, ia pernah menjuarai
balapan tetapi hanya sebagai navigator, bukan sebagai pembalap.
Di tahun yang sama, Soichiro
menikah dengan Sachi, seorang wanita berpendidikan. Kehadiran Sachi
yang berpendidikan, bagi Soichiro yang tidak menjalani pendidikan formal
menjadi sangat besar artinya. Sachi tidak hanya berperan sebagai istri,
tapi juga guru yang mengajarkan tata krama dan ilmu-ilmu dasar. Tapi
yang paling besar artinya adalah bagaimana Sachi mengerti tentang minat
Soichiro pada bidang teknik.
Pada
tahun 1934, Soichiro berencana membuat mobil sendiri. Bukan mengambil
mesin mobil dari merek-merek terkenal di masa itu. Niat itu pun ia
jalani dengan terlebih dahulu membuat ring piston. Di tahun 1935, tepat
disamping bengkel Art ia membuat papan nama Pusat Penelitian Ring Piston
Art.
Ring piston buatan Soichiro selalu gagal, karena ia sama
sekali tak mengerti masalah pencampuran logam. Karena ring piston
buatannya selalu patah atau menggores dinding slinder. Akhirnya ia
datang ke Sekolah Tinggi Hamamatsu jurusan mesin, dan diberitahu bahwa
ada campuran lain yang diperlukan untuk membuat ring piston, diantaranya
silikon. Dengan informasi yang ia terima, akhirnya ia punya tekad yang
bulat untuk melanjutkan sekolah, walaupun saat itu Soichiro sudah
berumur 28 tahun.
Akhirnya 3 tahun kemudian, tepatnya tanggal 20
November 1937 ring piston berhasil dibuatnya. Dan pada tahun 1938 ia
mendirikan pabrik pembuatan ring piston bernama Tokai Seiki. Sedangkan
bengkel yang ia kepalai diserahkan kepada anak buahnya untuk dikelola.
Bengkel
yang ia dirikan akhirnya berproduksi secara resmi pada tahun 1941
setelah ada investor dari Toyota. Pada tahun 1945, tepatnya setelah
perang dunia ke-2, Jepang menjadi negara rendah karena kalah perang. Dan
hidup Soichiro menjadi terlunta-lunta. Ia tak mengerjakan pekerjaan
apapun saat itu. Tidak ada niat lagi untuk membangun pabrik, bahkan ia
hanya ingin belajar bermain suling saat itu.
Di
masa setelah perang, dimana benda-benda masih sangat langka, justru
industri tekstil berkembang sangat pesat saat itu. Kabarnya, orang-orang
yang mempunyai mesin tenun, sekali menggerakkan mesinnya, ia bisa
mendapatkan 10 ribu yen. Dan saat itu Soichiro berfikir bagaimana
membuat mesin tenun yang lebih canggih dari yang ada saat itu. Ia pun
mendirikan pabrik pembuatan mesin tenun yang akhirnya terhenti karena
kurang modal.
Saat pabrik yang ia buat terhenti, ada seorang teman
yang menawarkan mesin pemancar radio bekas kegiatan perang yang
ternyata berjumlah 500 buah. Dan Soichiro diminta untuk memanfaatkan
mesin tersebut.
Setelah melihat sepeda, ia pun berniat membuat
sepeda motor dengan mesin pemancar radio. Cara mengendarai sepeda motor
saat itu juga sangat berlainan dengan yang ada sekarang. Pertama-tama
mesih harus dipanaskan dengan api, dan digenjot minimal 30 menit, baru
mesin bisa digunakan. Tapi tetap saja laku keras, dan kapasitas produksi
saat itu 1 unit lebih dalam 1 hari. Dalam setahun saja, 500 buah
pemancar radio habis.
Dengan prestasi tersebut, Soichiro terus
mengembangkan mesin sepeda motor, dan berhasi menciptakan sepeda motor
yang dinamakan Dream D, setelah membuat mesin A, B, dan C. Motor buatan
Soichiro ini adalah mesin 2 tak dengan 98 cc dan kecepatan maksimum
hanya 50 km/jam.
Bersamaan
dengan akan dipasarkannya Dream D, seorang marketer hebat bernama
Fujisawa ikut menggabungkan diri dengan Soichiro dan membangun pabrik
pembuatan sepeda motor. Kemudian selanjutnya, kehadiran Fujisawa membawa
perubahan besar terhadap perusahaan bernama Honda.
Sebelum
Dream D dipasarkan, Fujisawa menguju coba motor tersebut kepada
masyarakat. Dan diketahui, karena Dream D adalah motor 2 tak, maka
kebisingan yang dibuat menjadi masalah. Dan dengan demikian, Fujisawa
memaksa Soichiro untuk membuat mesin 4 tak yang miskin suara kebisingan.
Akhirnya mesin 4 tak dibuat dan berhasil menjadi nomor satu di Jepang.
Dengan mesin 4 tak ini, kecepatan maksimum adalah 75 km/jam.